LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI
PERTANIAN
NOMOR : 15/Permentan/OT.140/2/2013
TANGGAL : 11 Februari 2013
PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pangan merupakan hal yang
sangat penting dan strategis bagi
keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan
manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi pangan adalah salah satu
syarat utama penunjang kehidupan. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Sedunia tahun
1996 di Roma – Italia, para pemimpin negara dan pemerintahan telah mengikrarkan
komitmen bersama
untuk mencapai ketahanan
pangan sebagai upaya melawan kelaparan. Kini pangan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang penyelenggaraannya wajib dijamin oleh Negara.
Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang- Undang Pangan
Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, yang
dibangun berlandaskan kedaulatan dan
kemandirian pangan. Hal ini menggambarkan bahwa apabila suatu negara tidak
mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara bisa terancam. Dalam
Undang-Undang Pangan ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat
perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial,
ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.
Beberapa hasil kajian menunjukan ketersediaan
pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan
pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga dan individu. Data
menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang kekurangan gizi di setiap provinsi
masih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi
salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan
kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi
yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan
yang lengkap zat gizinya selain Air Susu Ibu (ASI).
Kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia dipantau
dengan menggunakan ukuran melalui Pola Pangan Harapan (PPH). Skor PPH Indonesia
periode 2009-2011 mengalami fluktuasi mulai dari 75,7 pada tahun 2009 naik
menjadi 77,5 pada tahun 2010, kemudian turun lagi pada tahun 2011 menjadi 77,3
dan tahun PPH tahun 2012 bahkan cenderung mengalami penurunan lagi. Hal ini
disebabkan masih rendahnya konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah. Bahkan
konsumsi kelompok padi-padian masih sangat besar dengan proporsi sebesar 61,8
persen. Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang
kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya
konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu,
konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang
dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.
Secara umum upaya penganekaragaman pangan
sangat penting untuk dilaksanakan secara massal, mengingat trend permintaan
terhadap beras kian meningkat seiring dengan derasnya pertumbuhan penduduk,
semakin terasanya dampak perubahan iklim, adanya efek pemberian beras bagi
keluarga miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat yang sebelumnya
mengonsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengonsumsi beras (padi), serta
belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi
masyarakat setempat.
Pelaksanaan kegiatan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) ini merupakan implementasi dari Rencana
Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang salah
satunya ialah mengenai Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah
satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009-2014, dengan tujuan untuk
meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak
kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber
Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009
tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya
penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti
melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat
kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan
Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota).
Sebagai bentuk keberlanjutan program Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010,
pada tahun 2013 program P2KP diimplementasikan melalui kegiatan: (1) Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2)
Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi
P2KP. Melalui tiga kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas
konsumsi pangan masyarakat untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik.
Disamping itu perlu dijalin kerja sama kemitraan dengan pihak swasta yang
antara lain bisa berupa Corporate Social
Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) baik di
bidang pangan maupun bidang lainnya lainnya seperti pendidikan dengan
sosialisasi baik kepada anak usia dini maupun ke kelompok wanita dan masyarakat
dalam konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.
Gerakan P2KP sangat jelas di lapangan, terutama
pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, baik itu melalui integrasi berbagai
kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah, maupun dari segi
pelaksanaan dan pembiayaannya. Selain itu, Gubernur dan bupati/walikota sebagai
integrator utama memiliki peranan penting dalam mengoordinasikan gerakan P2KP,
khususnya terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa
perubahan (agent of change).
Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat, gerakan P2KP ini juga ditujukan untuk meningkatkan keragaman dan
kualitas konsumsi pangan masyarakat agar lebih beragam, bergizi seimbang dan
aman guna menunjang hidup sehat yang aktif dan produktif.
Untuk itu, Pedoman Gerakan P2KP tahun 2013 ini
ditetapkan sebagai acuan penyelenggaraan program P2KP sehingga
dapat berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di provinsi dan
kabupaten/kota untuk menyukseskan upaya peningkatan
diversifikasi pangan.
B.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan P2KP tahun 2013 terdiri atas:
1.
Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).
Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui
upaya pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan
manfaat pekarangan sebagai sumber pangan keluarga.
Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah,
serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan
untuk ketersediaan sumber karbohidrat, vitamin,
mineral, dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan
perumahan/warga yang saling berdekatan. Dengan demikian akan dapat terbentuk
sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dalam kawasan tersebut dari optimalisasi
pekarangan.
Pendekatan pengembangan ini dilakukan dengan
mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable
agriculture), antara lain dengan membangun
kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local
wisdom) sehingga kelestarian alam pun tetap terjaga. Implementasi kegiatan ini disebut Kawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL).
Kegiatan
Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep
KRPL dengan pendampingan oleh Penyuluh Pendamping P2KP desa dan Pendamping P2KP kabupaten/kota, serta dikoordinasikan
bersama dengan aparat kabupaten/kota. Selain pemanfaatan pekarangan, juga diarahkan untuk
pemberdayaan kemampuan kelompok wanita membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam,
bergizi seimbang, dan aman (B2SA), termasuk kegiatan usaha pengolahan pangan rumah tangga untuk
menyediakan pangan yang lebih beragam.
Di setiap desa dibangun kebun bibit untuk memasok
kebutuhan bibit bagi anggota kelompok dan masyarakat, sehingga tercipta keberlanjutan kegiatan. Pengembangan kebun bibit ini diharapkan dapat diintegerasikan dengan kegiatan pembibitan yang ada di Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Untuk itu, pengembangan kebun bibit pada kegiatan
ini harus berkoordinasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
setempat, dan mengutamakan tanam-tanaman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
setempat ataupun jenis tanaman baru yang memiliki keunggulan nilai gizi.
Di setiap desa pelaksana P2KP dana bantuan sosial (bansos)
juga diarahkan untuk mengembangkan kebun
sekolah di salah satu sekolah (SD/SMP/SMA) yang berlokasi di desa tersebut. Pembinaan
dilakukan oleh pandamping desa P2KP, sejalan dengan pembinaan yang dilakukan
terhadap kelompok wanita P2KP, dan berkoordinasi dengan sekolah yang
bersangkutan. Kebun bibit yang dikembangkan di desa P2KP juga diarahkan untuk
dapat memasok bibit ke kebun sekolah tersebut.
Kelompok sasaran kegiatan optimalisasi pemanfaatan
pekarangan adalah kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga
yang berdomisili berdekatan dalam satu desa sehingga membentuk kawasan. Setiap
anggota wajib mengembangkan pemanfaatan pekarangan dengan menanam tanaman
sumber pangan (sayur, buah, umbi) ataupun memelihara ternak dan ikan. Tujuannya
adalah mencukupi ketersediaan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga. Hasil
dari usaha pekarangan ini diutamakan untuk dikonsumsi oleh rumah tangga
bersangkutan dan apabila berlebih dapat dibagikan/disumbangkan kepada anggota
kelompok atau secara bersama-sama dijual oleh kelompok.
Setiap pekarangan rumah anggota kelompok diharapkan
dilengkapi dengan sarana pembuatan pupuk kompos dari sisa-sisa tanaman dan
kotoran ternak dan sisa-sisa limbah dapur untuk digunakan sendiri. Pembuatan
kompos/pupuk organik ini diharapkan dilaksanakan juga dalam pengembangan kebun
sekolah.
2.
Model
Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L).
Tujuan dari kegiatan MP3L adalah untuk mengembangkan pangan lokal sumber
karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus dipersiapkan untuk
mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi
keluarga berpendapatan rendah. Kegiatan ini
dilaksanakan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi
terkait yang bertujuan untuk:
a. mengembangkan beras/nasi “non beras” sumber karbohidrat
yang dapat disandingkan dengan beras/nasi, berbahan baku sumber pangan lokal;
b.
mengembalikan
kesadaran masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan non-beras/non-terigu
dari sumber pangan lokal;
c. perbaikan mutu konsumsi pangan masyarakat melalui
penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok
selain beras yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah.
Pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, pisang,
sukun, labu kuning sudah banyak dikembangkan dengan dijadikan tepung. Ke depan
diharapkan aneka tepung ini dapat diolah sebagai pangan pokok mensubstitusi
beras dan terigu sebagai sumber karbohidrat. Melalui teknologi pengolahan
pangan dapat dikembangkan “nasi non-beras” yang dapat disandingkan dengan “nasi
beras” sebagai menu makanan sehari-hari serta mendorong dan mengembangkan
penganekaragaman pangan khususnya berbasis aneka tepung berbahan baku lokal
serta pengembangan pengolahan tepung lokal menjadi pangan ”intermediate.”
3.
Sosialisasi dan
Promosi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP).
Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan B2SA kepada masyarakat
melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi,
penyadaran sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi terciptanya pola
hidup yang sehat, aktif dan produktif.
Kepemimpinan formal (presiden, gubernur, bupati/walikota,
hingga kepala desa) berperan sentral sebagai panutan dan tokoh penggerak dalam gerakan P2KP. Sedangkan kepemimpinan informal (tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama)
berperan sebagai panutan dalam mendukung Gerakan P2KP. Untuk itu himbauan baik
tertulis maupun melalui media komunikasi perlu disertai dengan contoh kongkrit tentang pentingnya diversifikasi pangan
sebagai upaya pemenuh gizi keluarga.
Pelaksanaan gerakan P2KP memerlukan dukungan,
peran serta dan sinergi dari
lembaga/instansi dan pemangku kepentingan di
lingkup Kementerian Pertanian, dukungan diharapkan dari Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP), Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura,
Direktorat Jenderal Perkebunan, dan Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP). Kementerian lain yang terkait dan diharapkan
dapat bersinergi dan mendukung kegiatan ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Kehutanan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan
Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, lembaga adat dan
agama, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha
Milik Daerah (BUMN/BUMD), pelaku usaha, dan organisasi non-pemerintah seperti PKK, SIKIB, Kowani, dan lain
sebagainya. Kerja sama ini dapat dilakukan secara sinergis melalui pelaksanaan gerakan P2KP sesuai peraturan yang
ada.
Peran pelaku usaha (swasta) dalam mendukung gerakan P2KP dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan
dana Corporate Social Responsibility
(CSR)/Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL). Peran kelembagaan non-formal dalam hal ini juga sangat
penting dalam menyukseskan upaya diversifikasi pangan untuk kesejahteraan
bangsa.
Lomba
Cipta Menu (LCM) merupakan salah satu ajang tahunan yang digelar untuk
mendukung upaya P2KP. LCM
dimaksudkan sebagai bentuk sosialisasi
dan peningkatan pemahaman atas pentingnya diversifikasi konsumsi pangan melalui
kompetisi penciptaan menu B2SA berbasis pangan lokal, mulai tingkat kabupaten/kota,
provinsi, hingga tingkat nasional.
Pameran diversifikasi pangan juga dilakukan sebagai
bentuk promosi pangan lokal yang antara lain dilakukan dengan menampilkan aneka
pangan lokal, produk olahan pangan lokal, hingga demo masak pangan lokal. Pameran
diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memudahkan interaksi antara pemerintah
dengan para pengunjung, baik itu masyarakat umum maupun pelaku usaha. Pada
puncak peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) tingkat nasional, setiap provinsi
diberikan kesempatan untuk menampilkan produk olahan pangan lokalnya pada stand
masing-masing daerah. Dalam rangka mempercepat penurunan konsumsi beras, maka
pameran ini diarahkan untuk memamerkan atau mendemokan pangan pokok selain
beras dan terigu, dan bukan memamerkan pangan kudapan/camilan.
Dari uraian di atas kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP
ini terdiri dari empat sub kegiatan, yaitu sebagai berikut:
No
|
Kegiatan
|
Sub Kegiatan
|
1.
|
Gerakan
dan kampanye P2KP
|
· Advokasi gerakan P2KP kepada tokoh masyarakat dan para pemangku
kepentingan;
· Aksi nyata gerakan P2KP secara kreatif dan inovatif bersama-sama
antara pemerintah, akademisi, swasta, LSM, serta masyarakat;
· Seminar/lokakarya peningkatan diversifikasi pangan.
|
2.
|
Lomba
Cipta Menu B2SA
|
· Kerja sama dengan PKK;
· Kerja sama dengan akademisi dan organisasi profesi;
· Kerja sama dengan pihak swasta.
|
3.
|
Promosi
Media Massa
|
· Pemasangan billboard/baliho
gerakan P2KP di tempat-tempat umum;
· Penyiaran jingle P2KP di
radio;
· Penayangan iklan layanan masyarakat P2KP di televisi.
|
4.
|
Pameran
Diversifikasi Pangan
|
· Promosi pangan pokok lokal;
· Demo masak pangan pokok lokal.
|
C.
Pengertian
1.
Pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau
minuman.
2.
Ketahanan Pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
3.
Penganekaragaman Pangan adalah upaya
peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang,
dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
4.
Pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan
Aman (B2SA) adalah aneka ragam bahan pangan baik sumber karbohidrat, protein,
vitamin, mineral, dan lemak yang apabila dikonsumsi dalam jumlah berimbang
dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.
5.
Sosialisasi pangan beragam, bergizi
seimbang, dan aman adalah upaya penyebarluasan informasi untuk memasyarakatkan
dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman
kepada masyarakat khususnya ibu hamil dan anak usia dini untuk dapat hidup
sehat, aktif, dan produktif.
6.
Pangan Lokal adalah makanan yang
dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.
7.
Pola Konsumsi adalah susunan makanan
yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang
umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu.
8.
Pola Pangan Harapan (PPH) adalah
susunan ragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan
utama (baik secara absolut maupun dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi
pangan).
9.
Pekarangan adalah lahan yang ada di
sekitar rumah dengan batas pemilikan
yang jelas (lahan boleh berpagar dan boleh tidak berpagar) serta menjadi
tempat tumbuhnya berbagai jenis tanaman dan tempat memelihara berbagai jenis
ternak dan ikan.
10. Tanaman
pekarangan adalah tanaman yang menghasilkan umbi, buah, sayuran, bahan obat
nabati, florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang
berfungsi sebagai buah, sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika.
11. Pendamping
P2KP Tingkat Kabupaten/Kota adalah penyuluh pertanian atau aparat yang
menangani P2KP yang mengikuti pelatihan pendamping P2KP, dan bertugas untuk
mendampingi serta membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di kabupaten/kota.
12. Pendamping
P2KP Tingkat Desa adalah penyuluh pertanian/penyuluh Tenaga Harian Lepas-Tenaga
Bantu Penyuluh Pertanian
(THL-TBPP)/penyuluh swadaya/local champion/tokoh masyarakat yang mengikuti pelatihan pendamping P2KP di
kabupaten/kota dan bertugas untuk mendampingi serta membimbing kelompok sasaran
kegiatan P2KP di desa P2KP.
13. Demplot
adalah kawasan/area yang terdapat dalam kawasan SL-P2KP yang berfungsi sebagai
lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek pemanfaatan
pekarangan yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok.
14. Sekolah
Lapangan (SL) adalah suatu model pelatihan yang dilaksanakan secara bertahap
dan berkesinambungan untuk mempercepat proses peningkatan kompetensi sasaran,
dimana proses berlatih melatih dilaksanakan melalui kegiatan belajar sambil
mengerjakan dan belajar untuk menemukan atau memecahkan masalah sendiri, dengan
berasaskan kemitraan antara pelatih dan peserta.
15. SL-P2KP
adalah SL bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam
pengembangan pemanfaatan pekarangan dalam rangka percepatan penganekaragaman
konsumsi pangan sesuai dengan sumberdaya lokal.
16. Kebun
Sekolah adalah halaman atau lahan yang ada di sekitar sekolah dengan batas penguasaan yang jelas, dapat
dimanfaatkan untuk budidaya berbagai jenis tanaman/tumbuhan, ternak atau ikan.
17. Kebun
Bibit adalah area/kebun milik kelompok yang dijadikan/ difungsikan sebagai tempat untuk pembibitan bagi
kelompok. Kegiatan pembibitan dimaksudkan untuk penyulaman atau penanaman
kembali demplot kelompok maupun pekarangan milik anggota dan masyarakat desa.
18. Desa
P2KP adalah desa yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana
kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan.
19. Kelompok
P2KP adalah kelompok wanita yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan
pelaksana kegiatan P2KP, yaitu yang sudah eksis dan beranggotakan minimal 30 (tiga puluh) rumah tangga
yang lokasinya saling berdekatan.
20. Model
Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) adalah kegiatan untuk menghasilkan model
pengembangan produk pangan pokok sesuai karakteristik daerah berbasis sumber
daya lokal.
21. Rumah
Pangan Lestari adalah sebuah konsep hunian yang secara optimal memanfaatkan
pekarangannya sebagai sumber pangan dan gizi keluarga secara berkelanjutan.
22. Kawasan
Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan perumahan penduduk
yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya secara intensif untuk
dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan
aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga setempat.
23. Lomba
Cipta Menu (LCM) adalah ajang perlombaan tahunan yang diikuti oleh kelompok
wanita dalam menciptakan menu makanan berbasis pangan lokal yang
diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, dan tingkat
nasional.
BAB II
TUJUAN, SASARAN, DAN INDIKATOR KELUARAN
A.
Tujuan
1.
Tujuan Umum:
Secara umum tujuan kegiatan P2KP adalah untuk
memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA
yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH).
Adapun tujuan dari Pedoman P2KP ini adalah
sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah,
sehingga kegiatan P2KP dapat berjalan optimal dan mencapai sasaran yang diharapkan.
2.
Tujuan Khusus:
a.
meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat
dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang B2SA serta mengurangi
ketergantungan terhadap bahan pangan pokok
beras;
b.
meningkatkan
partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan
gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil
sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga;
c.
mendorong
pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
sumber karbohidrat selain beras dan
terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.
B.
Sasaran
1. Sasaran
Kegiatan
Mengacu pada tujuan di atas, sasaran kegiatan P2KP
ialah:
a.
meningkatnya kesadaran dan peranserta masyarakat dalam
mewujudkan pola konsumsi pangan yang B2SA serta menurunnya
tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan
pemanfaatan pangan lokal.
b.
berkembangnya usaha
pengolahan pangan skala UMKM sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang
berbasis sumber daya dan kearifan lokal.
2.
Sasaran Lokasi Kegiatan
Kegiatan P2KP tahun 2013 dilaksanakan dengan
sasaran lokasi sebagai berikut:
a.
optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep KRPL dilaksanakan di
5000 (lima ribu) desa baru dan 1280 (seribu dua ratus delapan puluh) desa
lanjutan tahun 2012 pada 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota
di 33 provinsi;
b.
Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan di 30 (tiga puluh) kabupaten/kota pada 18
(delapan belas) provinsi;
c.
sosialisasi dan promosi P2KP dilaksanakan di 33 (tiga puluh tiga) provinsi.
C.
Indikator
Keluaran
Keberhasilan kegiatan P2KP akan tercermin dari indikator
berikut:
a.
meningkatnya jumlah partisipasi wanita dalam penyediaan pangan keluarga yang B2SA;
b.
meningkatnya jumlah
usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, dan penyediaan pangan
sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal;
c.
terciptanya model
pengembangan pangan pokok lokal sesuai dengan karakteristik daerah;
d.
meningkatnya motivasi,
partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam gerakan P2KP;
e.
meningkatnya kualitas
konsumsi pangan masyarakat melalui penghitungan skor PPH pada desa binaan.
BAB III
KERANGKA PIKIR
A.
Kebijakan
Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan memberi arahan bahwa untuk memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam,
bergizi seimbang dan aman; mengembangkan usaha pangan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dilakukan antara lain melalui penetapan kaidah
penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan
sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal, pengenalan jenis pangan
baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi
usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit
tanaman, ternak, dan ikan; pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk lahan
pekarangan; penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di bidang pangan; serta
pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal.
Untuk implentasinya, Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis
Sumber Daya Lokal dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman
Konsumsi Pangan menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam
melakukan perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan
percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.
B.
Rancangan
Kegiatan
Gerakan P2KP pada
tahun 2013 dilakukan melalui 3 (tiga) kegiatan utama yaitu:
1.
Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan dilakukan untuk 2 (dua) kelompok sasaran yaitu :
· Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2012 yang telah
berkembang dan melaksanakan pemanfaatan pekarangan sebanyak 1280 (seribu dua
ratus delapan puluh) desa di 149 (seratus empat puluh sembilan) kabupaten/kota
pada 33 (tiga puluh tiga) provinsi untuk kegiatan pengembangan kebun bibit;
· Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2013 sebanyak 5000
(lima ribu) desa di 497 (empat ratus
sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) provinsi dengan
rincian kegiatan :
a.
pengembangan pekarangan anggota dan demplot kelompok.
Kegiatan berupa pembuatan pagar kebun, pengolahan tanah, pembelian benih/bibit sarana
penanaman, sarana pembuatan pupuk organik, dan atau pembuatan kandang/kolam;
b.
pengadaan kebun
bibit;
c.
pengembangan kebun
sekolah;
d.
pengenalan dan
pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan, termasuk pembelian sarana
pengolahan pangan.
· Calon Penerima dan Calon Lokasi (CP/CL) yang
diidentifikasi harus memenuhi kriteria-kriteria, yaitu:
a.
kelompok wanita
yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga
yang berdomisili berdekatan dalam satu kawasan, sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan dengan konsep KRPL;
b.
bukan kelompok
penerima Bantuan Sosial (Bansos) lainnya di tahun berjalan;
c.
memiliki struktur
organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa;
d.
mampu menyediakan
lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan memeliharanya untuk
kepentingan anggota kelompok dan masyarakat desa lainnya (surat pernyataan);
e.
mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara
berkesinambungan (surat pernyataan).
2.
Model
Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Inti kegiatan MP3L dilaksanakan untuk mendorong
penyediaan bahan pangan lokal selain beras dan terigu dalam mendukung pola
konsumsi pangan pokok yang B2SA melalui:
· Bantuan penyediaan alat untuk
menghasilkan produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal;
· Fasilitasi
dan pendampingan kepada UMKM untuk mengembangkan bisnis dan industri berbasis pangan lokal dalam penyediaan bahan pangan
pokok lokal non-beras untuk masyarakat;
· Kajian terhadap produk pangan pokok berbahan baku pangan
lokal, meliputi : spesifikasi produk, kandungan gizi, daya terima konsumen dan
kelembagaan.
Sebagai keberlanjutan dari kegiatan MP3L tahun 2012 yang dikembangkan di 10 (sepuluh) kabupaten di
9 (sembilan) provinsi, pada
tahun 2013 akan dikembangkan menjadi 30 (tiga puluh) kabupaten di 18 (delapan belas) provinsi.
Pelaksanaan kegiatan MP3L didampingi
oleh perguruan tinggi setempat yang menangani pengembangan teknologi pangan. Kerja
sama dengan perguruan tinggi ini dimaksudkan untuk
membantu dan mendukung badan/kantor/dinas yang menangani ketahanan pangan tingkat provinsi dalam melaksanakan kegiatan P2KP.
3.
Sosialisasi dan
Promosi P2KP, dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan seperti gerakan kampanye serta sosialisasi melalui media
massa cetak maupun elektronik, promosi pola pangan
B2SA seperti “One day No Rice” atau “Manggadong” di Sumatera Utara, Lomba
Cipta Menu Pangan B2SA, pameran diversifikasi pangan fokus pada pengembangan pangan pokok lokal berbasis
tepung-tepungan, gerakan kampanye
kreatif dan inovatif dalam memperkaya citra pangan lokal, serta melalui
pelibatan tokoh formal dan informal yang berpengaruh di masyarakat.
Selain rencana kegiatan utama program P2KP di atas, dilakukan juga kegiatan pendukung pencapaian
indikator keluaran program ini yang dilakukan
oleh provinsi dan kabupaten/kota yang harus dilaksanakan secara simultan
sehingga tujuan dari gerakan P2KP dapat terwujud sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
Melengkapi upaya P2KP dilakukan
kegiatan Analisis Situasi Konsumsi
Pangan di Wilayah Program P2KP. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui gambaran kuantitas dan kualitas konsumsi pangan, khususnya di desa penerima program P2KP. Kegiatan ini dilakukan di 250 (dua ratus lima puluh) kabupaten/kota
terpilih, dengan minimum sampel 6 (enam) desa per kabupaten/kota (desa lama maupun desa baru penerima program)
dan masing-masing desa diambil 10 (sepuluh) s.d 30 (tiga puluh) rumah tangga
sampel, sehingga kisaran total sampel setiap kabupaten sebesar 60 (enam puluh) s.d 180 (seratus delapan puluh) rumah tangga,
dan total sampel nasional sebesar 15.000 (lima
belas ribu) s.d 45.000 (empat puluh lima
ribu) rumah tangga.
Kegiatan pemantauan survei konsumsi di wilayah P2KP ini dilakukan dua tahap yaitu awal dan akhir tahun
pelaksanaan program 2013. Metode survei konsumsi/pemantauan konsumsi pangan dilakukan dengan menggunakan Food Record Method (Pencatatan konsumsi
pangan secara mandiri). Tahap pengambilan data konsumsi dilakukan oleh penyuluh
pendamping desa P2KP dan pendamping kabupaten/kota P2KP. Tahap analisis dan pelaporan dilakukan oleh petugas yang menangani
konsumsi di kabupaten/kota dan provinsi. Analisis dilakukan untuk melihat
peningkatan kualitas konsumsi pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Melalui
pemantauan konsumsi ini diharapkan dapat mengukur indikator keberhasilan
program P2KP.
Keberhasilan pelaksanaan gerakan P2KP bergantung pada sinergi kerja sama
antara aparat pemerintah daerah dari berbagai instansi terkait, penyuluh pendamping
dan penerima manfaat. Agar kegiatan dilaksanakan dengan tepat sasaran maka
harus diidentifikasi dengan benar akar masalah yang ada di lapangan dan
melakukan pendekatan yang menyeluruh kepada masyarakat. Pelaksana kegiatan
sebaiknya dari kelompok-kelompok yang telah mengakar di masyarakat dan
mempunyai keinginan serta komitmen sebagai perintis gerakan P2KP. Secara utuh,
kegiatan ini diarahkan untuk menjadi kebutuhan kelompok/masyarakat sehingga
keberadaan dan perkembangannya akan bersifat berkelanjutan dan tidak sebatas
keproyekan.
Penyuluh Pendamping P2KP memiliki peran terdepan dalam keberhasilan
gerakan P2KP, termasuk didalamnya memperbaiki perilaku konsumsi pangan
masyarakat. Kemampuan utama yang perlu dikembangkan seorang Penyuluh Pendamping
P2KP adalah dari sisi kepemimpinan (leadership),
manajemen, dan kewirausahaan (entrepreneurship),
disamping kemampuan untuk menggerakkan masyarakat, membangun jejaring, dan
menjadi contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan
penyedia input intelektual. Koordinator pendamping kegiatan P2KP kabupaten/kota
diambil dari tenaga penyuluh ataupun pegawai badan/kantor/unit kerja ketahanan pangan
di kabupaten/kota bersangkutan, sedangkan pendamping desa diambil dari tenaga
penyuluh yang ada di desa bersangkutan atau apabila tidak ada maka dapat
diambil dari kader setempat yang mampu menjalankan kegiatan pendampingan untuk keberhasilan kegiatan optimalisasi pemanfaatan
pekarangan dan membuat laporan secara berkala.
C.
Pendekatan
Pendekatan yang
digunakan dalam mendukung pelaksanaan gerakan P2KP, diantaranya adalah
mengoptimalkan peran para pemimpin formal dan informal sebagai tokoh panutan,
kampanye dan gerakan, dan kesinambungan sinergi antar pemangku kepentingan.
Pemimpin memiliki pengaruh besar sebagai tokoh
panutan, baik itu pemimpin formal maupun informal. Peranan para
pemimpin formal dapat diwujudkan melalui penerbitan
peraturan mengenai gerakan P2KP, sedangkan peranan pemimpin informal dapat
diwujudkan melalui dukungan dan peran serta didalam gerakan P2KP.
Kampanye dilaksanakan untuk menyinergikan dan
mengintegrasikan gerakan P2KP baik itu di tingkat pusat maupun daerah yang
antara lain dilakukan dengan cara mengadvokasi para pemimpin, mensosialisasikan
kegiatan P2KP kepada para pemangku kepentingan, dan mempromosikan pangan lokal
kepada masyarakat luas secara formal maupun informal.
Untuk mendukung gerakan P2KP maka perlu dibangun jaringan
kerja sama yang sinergis untuk menyamakan persepsi dan langkah para pemangku
kepentingan, baik dengan instansi di lingkup Kementerian Pertanian,
kementerian/lembaga terkait, perguruan tinggi, dan pihak swasta serta Badan
Umum Milik Negara (BUMN)/Badan Umum Milik Daerah (BUMD).
D.
Strategi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009, gerakan
P2KP dilakukan melalui 2 (dua) strategi utama, yaitu:
1. Internalisasi Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Salah satu faktor penting yang menyebabkan belum
maksimalnya pencapaian gerakan P2KP adalah masih terbatasnya kebijakan dan
peraturan yang berhubungan dengan proses internalisasi pola konsumsi pangan
yang B2SA pada tingkat rumah tangga hingga individu. Pengetahuan tentang
diversifikasi pangan yang dimiliki oleh setiap individu, terutama wanita sangat
penting dalam menyusun menu makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang.
Proses internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan
dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu :
a. advokasi, kampanye, promosi, dan sosialisasi tentang
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada aparat pada berbagai
tingkatan dan masyarakat;
b. pendidikan
konsumsi pangan yang B2SA melalui jalur pendidikan formal dan
non-formal/penyuluhan.
Bagian
dari proses internalisasi adalah dengan meningkatkan peran kelompok wanita dan
pengembangan pangan B2SA. Kegiatan pemberdayaan kelompok wanita tersebut dilakukan mulai dari pemanfaatan
pekarangan sebagai sumber pangan keluarga, peningkatan pengetahuan tentang
pangan B2SA, dan pengembangan kebun sekolah untuk pengenalan pangan dan pola
pangan B2SA.
2. Pengembangan Bisnis dan Industri Pangan Lokal
Keberhasilan gerakan P2KP ditentukan juga oleh
ketersediaan aneka ragam bahan pangan dan perilaku konsumen dalam mengonsumsi
aneka ragam pangan. Efektivitas P2KP akan tercapai apabila upaya internalisasi
didukung dan berjalan beriringan dengan pengembangan usaha pangan lokal. Oleh
karena itu gerakan P2KP nasional dan daerah perlu diselaraskan, khususnya dalam
pengembangan pertanian, perikanan, peternakan, dan industri pengolahan pangan
guna memajukan perekonomian wilayah. Kondisi ini menuntut komitmen yang tinggi
dari berbagai pihak serta memerlukan rencana bisnis dan industri aneka ragam
pangan yang komprehensif. Dalam kegiatan ini, termasuk pengembangan usaha
pangan lokal skala UMKM.
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
A.
Persiapan
1.
Pedoman Umum dan
Pedoman Pelaksanaan dijabarkan lebih lanjut menjadi Petunjuk Pelaksanaan
(Juklak) yang disusun oleh Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang disusun
oleh Kabupaten/Kota sebagai acuan dalam pelaksanaan Gerakan P2KP di Daerah.
2.
Mekanisme
penetapan desa dan kelompok penerima manfaat P2KP:
a.
aparat
kabupaten/kota melakukan identifikasi CPCL berkoordinasi dengan Camat untuk memilih
lokasi desa dan dengan Kepala Desa untuk memilih kelompok yang memenuhi
kriteria sesuai dengan pedoman P2KP, meliputi identitas penerima manfaat (nama
dan alamat kelompok, jumlah anggota kelompok, nama dan alamat ketua dan anggota
kelompok, nomor rekening kelompok, nama dan alamat sekolah disertai nama kepala
sekolah);
b.
selanjutnya hasil
CPCL tersebut ditetapkan melalui Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang menangani ketahanan pangan
di kabupaten/kota untuk dana Tugas Pembantuan (TP) dan KPA yang menangani
ketahanan pangan di provinsi untuk dana dekonsentrasi (Format 1);
c.
keputusan tersebut
selanjutnya dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman
Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan
pangan tingkat provinsi pada bulan Februari 2013.
d.
kelompok yang
telah diidentifikasi harus membuat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan dengan
Keputusan KPA.
3.
Mekanisme
penetapan pendamping P2KP:
a.
pendamping P2KP
tingkat kabupaten/kota tahun 2013 (bagi kabupaten/kota
lama dipilih pendamping yang sudah mengikuti apresiasi P2KP tahun 2012) ditetapkan
melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota bagi
dana Tugas Pembantuan (TP) dan diusulkan ke provinsi serta ditetapkan melalui
Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana
dekonsentrasi. Hasil penetapan pendamping P2KP kabupaten/kota (Format 2)
dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi
dan Keamanan Pangan serta kepada badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan
tingkat provinsi pada bulan Februari 2013. Selanjutnya
seluruh Pendamping P2KP akan mengikuti kegiatan apresiasi tahun
2013.
b.
pemilihan dan
penetapan Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa berkoordinasi dengan
Bakorluh/BPP Kecamatan/Camat/Kepala Desa/tokoh masyarakat, kemudian ditetapkan
melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota bagi
dana Tugas Pembantuan (TP) dan diusulkan ke provinsi serta ditetapkan melalui
Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana
dekonsentrasi (Format 3) dan disampaikan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q
Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta Kepala
Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Pangan Provinsi pada bulan Februari
2013. Penyuluh yang telah diidentifikasi harus membuat surat pernyataan (Format
8) sebelum ditetapkan oleh Keputusan KPA.
4.
Memilih dan
menetapkan lokasi dan pelaku usaha untuk MP3L :
a.
mengidentifikasi potensi bahan baku (jumlah dan lokasi
produksi), kegiatan ini dilakukan dengan pencarian data sekunder tentang
potensi bahan pangan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pangkin.
b.
mengidentifikasi
calon produsen/penghasil produk pangkin, yaitu UKM yang dapat memproduksi
Pangkin dengan kriteria produk sesuai dengan yang telah ditentukan.
B.
Pelaksanaan
1.
Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan
Kegiatan ini dilaksanakan di 5000 (lima ribu) desa baru di 497 (empat ratus
sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota. Setiap desa terdiri dari 1 (satu) kelompok yang beranggotakan
minimal 30 (tiga puluh) rumah tangga yang lokasinya saling berdekatan dalam
satu kawasan dengan kegiatan sebagai berikut:
a.
identifikasi desa calon penerima;
b.
identifikasi kelompok wanita calon penerima
manfaat;
c.
pendamping bekerja sama dengan kelompok untuk
melaksanakan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan;
d.
sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh pendamping kepada kelompok
penerima manfaat melalui metode Sekolah Lapangan (SL), yang diberikan kepada
para penerima manfaat;
e.
pengembangan Demplot pekarangan sebagai
Laboratorium Lapangan (LL) sekaligus berperan sebagai pekarangan percontohan
(pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak). Fasilitasi
pekarangan percontohan ini antara lain berupa bimbingan, pembelian sarana
produksi, administrasi, dan manajemen kelompok;
f.
pengembangan kebun bibit kelompok/desa;
g.
pengembangan pekarangan milik anggota kelompok
penerima manfaat sesuai hasil musyawarah kelompok berdasarkan potensi
pekarangan dan kebutuhan tiap-tiap anggota kelompok;
h.
pembinaan minimal satu sekolah (SD/MI/SMP/SMA)
untuk mengembangkan kebun sekolah dengan tanaman sayuran dan buah, dan atau unggas/ternak
kecil/ikan di setiap desa P2KP;
i.
budidaya tanaman sayuran, buah, dan aneka umbi
yang biasa dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat setempat serta diutamakan menggunakan
pupuk organik dan pestisida hayati yang aman bagi lingkungan dan kesehatan;
j.
budidaya unggas atau ternak kecil (seperti
ayam, itik, kelinci) atau ikan (lele, nila, mas, patin) sesuai dengan yang
biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai pangan sumber protein hewani;
k.
pengenalan beberapa organisme pengganggu
tanaman (jamur, bakteri, virus, serangga) dan cara penanggulangannya;
l.
pertemuan kelompok secara periodik minimal
satu kali dalam sebulan;
m.
penyuluhan tentang pangan yang beragam,
bergizi seimbang, dan aman untuk hidup sehat, aktif, dan produktif;
n.
demonstrasi penyediaan pangan dan penyiapan
menu makanan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman;
o.
pengembangan olahan pangan hasil pekarangan
untuk pengenalan pangan B2SA atau pengembangan usaha pangan berbasis sumber
daya lokal.
2.
Model
Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)
Kegiatan pengembangan pangan lokal mendukung pelaksanaan
Pangkin dilaksanakan dalam rangka mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada
budaya dan potensi setempat. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan
melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada
potensi dan kebutuhan setempat. Model
Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan pada
30 (tiga puluh) kabupaten/kota di 18 (delapan belas) provinsi dengan kegiatan sebagai berikut:
a.
identifikasi calon penerima subsidi pangan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah (rumah
tangga miskin penerima Raskin jumlah dan lokasinya);
b.
identifikasi pangan lokal untuk Pangkin:
§
identifikasi potensi
bahan baku (jumlah dan lokasi produksi), kegiatan ini dilakukan dengan
pencarian data sekunder tentang potensi bahan pangan lokal yang berpotensi
untuk dikembangkan menjadi Pangkin;
§
identifikasi calon
produsen/penghasil produk Pangkin, yaitu UKM yang dapat memproduksi Pangkin
dengan kriteria produk sesuai dengan yang telah ditentukan;
c.
pembuatan rancangan
produk pangan lokal untuk Pangkin:
§
pengadaan alat
untuk menghasilkan produk pangan lokal untuk pangkin;
§
pengadaan alat
labeling dan pengemas;
§
pembelian bahan
baku pangan lokal.
d.
pengkajian produk pangan lokal kepada
masyarakat:
§
uji selera
konsumen terhadap hasil produk pangan lokal;
§
uji daya beli
masyarakat, antara lain dengan menjual hasil produk pangan lokal kepada masyrakat;
§
penyusunan
spesifik produk dalam bentuk kemasan, labelling,
dan daya simpan;
§
perhitungan ongkos
produksi.
e.
operasional, antara lain:
pembinaan, sosialisasi, koordinasi, monitoring, dan evaluasi, serta pelaporan. Dalam
rangka sosialisasi, perlu diadakan kampanye yang melibatkan stakeholder termasuk para pemimpin dan
masyarakat luas untuk secara bersama-sama melakukan gelar makan pangan lokal
yang dikembangkan.
3.
Sosialisasi
dan Promosi P2KP
Kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dilakukan dalam bentuk:
a.
Gerakan atau
Kampanye P2KP
Gerakan atau kampanye P2KP dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan kreatif
dan inovatif yang dapat menarik perhatian serta mendidik masyarakat dengan
membentuk pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman seperti
melalui gerakan One Day No Rice,
kegiatan mengonsumsi ubi (manggadong), gerakan konsumsi buah dan sayur, dan
lain sebagainya. Gerakan dan kampanye P2KP dilakukan secara terintegrasi antara
pusat, daerah, dan para pemangku kepentingan sehingga mencapai kesatuan gerak
dalam mengampanyekan pangan lokal. Pelaksanaan gerakan dan kampanye P2KP dapat
juga dilakukan melalui aneka perlombaan, seminar diversifikasi pangan, maupun
melalui penyuluhan di berbagai tingkatan. Optimaliasasi peran tokoh masyarakat
dan organisasi non pemerintah dalam gerakan dan kampanye P2KP akan membuat
upaya sosialisasi dan promosi P2KP berjalan lebih lancar.
b.
Lomba Cipta Menu B2SA
Lomba Cipta Menu B2SA dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota, kemudian
dilanjutkan pada tingkat provinsi, dan berlanjut hingga tingkat nasional pada
puncak perayaan HPS. Menu yang diciptakan terdiri dari sarapan, makan siang,
dan makan malam untuk tiga hari dengan memanfaatkan pangan lokal.
c.
Penayangan Iklan
di Media Massa
Iklan di media massa dilakukan untuk menyebarluaskan informasi secara luas
kepada masyarakat. Iklan dilakukan di media massa cetak maupun elektronik dalam
bentuk pemasangan billboard di
tempat-tempat umum, penyiaran jingle P2KP di radio, maupun penayangan iklan
layanan masyarakat di televisi baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional.
d.
Pameran P2KP
Kegiatan pameran P2KP dilakukan untuk mempromosikan upaya peningkatan
diversifikasi pangan melalui berbagai event
seperti Hari Pangan Sedunia,
Festival Pangan Lokal, Agrinex, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan pameran
juga dapat dibuat berbagai media sosialisasi dan promosi seperti brosur,
poster, banner, dan lain sebagainya seperti demo masak sesuai dengan tema
pameran. Melalui pameran P2KP diharapkan dapat mempertemukan para pemangku kepentingan
sehingga dapat mendorong pengembangan bisnis dan industri pangan lokal.
e.
sosialisasi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi
seimbang, dan aman (B2SA) melalui penyuluhan, seminar, maupun pameran.
f.
melakukan kampanye kreatif dan inovatif antara lain
melalui gerakan P2KP seperti One Day No
Rice, dan lain sebagainya.
g.
melaksanakan/berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan
masyarakat dalam bentuk perlombaan, festival kuliner, dan demo masak pangan
lokal.
h.
kunjungan kerja.
i.
pelibatan pemimpin/tokoh formal dan informal sebagai
bentuk advokasi terhadap gerakan P2KP.
C.
Titik Kritis
Pelaksanaan Kegiatan
Beberapa aspek kegiatan dan tahapan yang perlu
diperhatikan pada pengendalian intern program P2KP meliputi bidang
administrasi, proses keberlangsungan kegiatan, dan mengenai kualitas kerja yang dihasilkan.
1.
Optimalisasi
Pemanfaatan Pekarangan :
a.
kelengkapan administrasi terdiri dari Keputusan Kelompok Penerima Bantuan Sosial (Bansos), Surat Pernyataan Kelompok, Keputusan Pendamping
Kabupaten/Kota dan Desa, SP2D Pencairan Bantuan Sosial (Bansos), Berita Serah Terima Bantuan Sosial (Bansos),
Laporan Semester, dan Laporan Akhir
P2KP;
b.
pada
proses keberlangsungan kegiatan perlu
diperhatikan tentang perkembangan, ketepatan waktu dalam melaksanakan
kegiatan, dan keberlanjutan kegiatan;
c.
kualitas
kerja yang dihasilkan mengacu pada
pengembangan KRPL, pengetahuan pola konsumsi pangan B2SA, kualitas produk
olahan pangan lokal, intensitas promosi,
dan aksi gerakan P2KP berbasis kearifan
lokal;
d.
peluang resiko
yang sering muncul antara lain mengenai waktu pelaksanaan, kualitas kegiatan,
kurang koordinasi, dan pelaporan antara lain pada proses CPCL, pencairan dana,
kelengkapan administrasi, sosialisasi oleh pendamping, pelaporan, serta
kampanye P2KP.
2.
Untuk MP3L:
a.
Identifikasi lokasi
dan pelaku produk pangan lokal; serta
b.
Produk pangan
pokok lokal yang dihasilkan.
BAB V
ORGANISASI DAN TATA KERJA
A.
Organisasi
Mekanisme dan tata hubungan kerja antar instansi pada gerakan P2KP
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 menunjukkan bahwa di daerah, pelaksanaan
dikoordinasikan oleh Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Daerah yang diketuai oleh gubernur
atau bupati/walikota selaku Ketua Harian DKP di
masing-masing daerah. Penanggung jawab kegiatan adalah badan/dinas/kantor/unit
kerja ketahanan pangan daerah dengan melibatkan instansi dan dinas terkait
seperti Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan,
Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan dan Perikanan, perguruan tinggi, LSM, dan
organisasi kemasyarakatan lainnya seperti PKK tingkat provinsi, kabupaten/
kota, kecamatan, kelurahan dan desa.
Sedangkan pada tingkat nasional, untuk memperlancar
gerakan P2KP, Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP membantu
Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP mengkoordinasikan instansi terkait
baik kementerian/lembaga terkait, pihak swasta, industri pangan dan pemangku
kepentingan (stakeholder) terkait.
Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan tugas bersama antara
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan
paradigma baru pembangunan, peran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan
P2KP harus dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program.
Peranan pemerintah terbatas pada fungsi pelayanan, penunjang, fasilitasi, dan
motivasi. Partisipasi masyarakat, swasta, LSM, organisasi profesi maupun
perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan gerakan P2KP.
B.
Tata Kerja
Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan P2KP secara berjenjang dari desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi
sampai tingkat pusat, DKP berfungsi sebagai simpul koordinasi.
1.
Desa
Kepala Desa/Lurah sebagai pimpinan wilayah di desa
P2KP mendukung pelaksanaan kegiatan P2KP di desa/kelurahan dengan berkoordinasi
bersama-sama dengan penyuluh pendamping, kelompok penerima manfaat, dan dengan
pihak sekolah pelaksana pengembangan kebun sekolah.
2.
Kecamatan
Camat bertugas: (a) memfasilitasi pelaksanaan P2KP di wilayahnya, (b) mengkoordinasikan Kepala Desa dalam menggerakkan
pelaksanaan P2KP di wilayahnya,
(c) memberikan masukan kepada Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan
tingkat kabupaten/kota dalam pemilihan CPCL.
3.
Kabupaten/Kota
Bupati/Walikota selaku Ketua DKP di kabupaten/kota berperan sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan
penanggung jawab kegiatan di tingkat kabupaten/kota adalah Badan/Dinas/Kantor/unit
kerja ketahanan pangan.
4.
Provinsi
Gubernur selaku Ketua DKP Provinsi berperan sebagai koordinator pelaksana
P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di provinsi adalah Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit
kerja ketahanan pangan di tingkat provinsi.
5.
Pusat
Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP cq. Kepala Pusat
Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan bertanggung jawab mulai proses
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pengendalian serta
sinkronisasi dan integrasi kegiatan dan anggaran.
BAB VI
PEMBIAYAAN
A.
Operasional
Kegiatan
1.
Kelompok wanita
pelaksana KRPL tahun 2012 mendapatkan Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) untuk pengembangan kebun bibit.
2.
Kelompok
wanita pelaksana KRPL tahun 2013 diberikan dana bantuan sosial sebesar Rp 47.000.000 (empat puluh tujuh juta rupiah), terdiri dari :
a.
Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) untuk pengembangan pekarangan anggota dan demplot. Dana bantuan sosial ini digunakan untuk pembuatan
pagar, bibit/benih, sarana budidaya, sarana pembuatan pupuk organik dan/atau
pembuatan kandang/kolam;
b.
Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah) untuk kebun bibit;
c.
Rp 3.000.000
(tiga juta rupiah) untuk
pengembangan kebun sekolah; dan
d.
Rp 2.000.000
(dua juta rupiah) untuk pengembangan
menu B2SA dari hasil pekarangan dan atau usaha
olahan pangan skala UMKM.
3.
Kegiatan Model Pengembangan Pangan
Pokok Lokal (MP3L) tahun 2013 dilaksanakan
di 30 (tiga puluh) kabupaten/kota pada 18 (delapan belas) provinsi. Kegiatan MP3L pada tahun 2013 merupakan pengembangan dari kegiatan MP3L di tahun 2012. Besar
anggaran per kabupaten/kota
antara Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) - Rp 450.000.000 (empat
ratus lima puluh juta rupiah).
4.
Sosialisasi dan Promosi P2KP
Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dilaksanakan oleh badan/dinas/unit
kerja ketahanan pangan tingkat provinsi melalui dana APBN dengan besar anggaran
antara Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) - Rp 200.000.000 (dua ratus juta
rupiah) untuk masing-masing provinsi yang digunakan untuk kegiatan: penayangan
ILM, pameran pangan pokok lokal dan gerakan/kampanye kreatif inovatif
diversifikasi pangan. Kegiatan sosialisasi dan promosi agar didukung oleh
kabupaten/kota dengan menggunakan dana APBD antara lain untuk pembuatan baliho,
banner, leaflet, penayangan jingle di radio, dll.
B.
Pemanfaatan Dana
Bantuan Sosial
Dalam pengelolaan anggaran, KPA, PPK,
Satker Badan, Dinas, Kantor, unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi dan
kabupaten/kota bekerja sama dengan kelompok wanita. Dalam rangka peningkatan
efisiensi pemanfaatan dana bantuan sosial tahun berjalan dan sebaran penyerapan anggaran, dana bantuan
sosial ditransfer ke kelompok penerima manfaat diharapkan
paling lambat pada tanggal 31 Juli 2013, oleh karena itu proses atau kegiatan
pembinaan dan pendampingan kepada kelompok penerima manfaat harus terjadwal
dengan baik dan dilaksanakan lebih awal dan tepat waktu.
Dana ditransfer ke rekening kelompok, dan digunakan secara swakelola dengan mekanisme pencairan dana sebagai berikut:
1. Kelompok wanita membuat/menyusun Rencana Kegiatan dan
Kebutuhan Anggaran (RKKA), dibantu oleh penyuluh pendamping P2KP tingkat desa
(Format 4);
2. Kelompok wanita membuka rekening
tabungan pada kantor cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat dan
melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di provinsi dan/atau
kabupaten/kota;
3. Kelompok wanita mengusulkan RKKA kepada
PPK provinsi dan kabupaten/kota setelah diverifikasi oleh Penyuluh Pendamping
tingkat kabupaten/kota dan disetujui oleh aparat kabupaten/kota;
4. PPK meneliti RKKA dan PPK membuat Surat
Perjanjian Kerja sama dengan Ketua Kelompok Wanita seperti terlihat pada Format
5;
5. Selanjutnya PPK mengajukan kepada KPA
tingkat kabupaten/kota, bila disetujui
KPA mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) seperti
terlihat pada Format 6 dan mengajukan
kepada pejabat penandatangan SPM/penguji SPP Satker dengan lampiran sebagai
berikut:
a.
keputusan Kepala
Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan tentang Penetapan Kelompok
Sasaran (Format 1);
b.
rekapitulasi RKKA
(Format 4)
dengan mencantumkan:
1)
nama dan alamat kelompok;
2)
nama dan alamat ketua
kelompok;
3)
nama dan alamat anggota
kelompok;
4)
nama dan alamat
sekolah;
5)
nomor rekening
a.n. kelompok;
6)
nama cabang/Unit
BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat;
c.
surat perjanjian
kerja sama antara PPK dengan kelompok penerima manfaat tentang pemanfaatan dana
(Format 5);
d.
kuitansi yang
ditandatangani oleh ketua kelompok dan diketahui/disetujui oleh PPK tingkat
kabupaten/kota yang bersangkutan (Format 7).
6. Atas dasar SPP-LS, pejabat penandatangan
SPM/penguji SPP Satker dan Perintah Pembayaran SPM menguji dokumen SPP-LS dan
menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) selanjutnya KPA
mengajukan SPM-LS kepada KPPN setempat;
7. KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer dana bantuan sosial ke rekening Kelompok Penerima
Manfaat;
8. Kelompok wanita melalui ketuanya
mengambil dana bantuan sosial di rekening
bank dengan diketahui oleh PPK tingkat kabupaten/kota;
C.
Pertanggungjawaban
Sumber-sumber pendanaan untuk
membiayai kegiatan P2KP tahun 2013 berasal dari APBN dan diharapkan pula
partisipasi dari sumber pandanaan lainnya seperti APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, swadaya masyarakat,
dan pemanfaatan dana Corporate Social
Responsibility (CSR)/Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dana APBN yang dialokasikan di provinsi
berupa dana dekonsentrasi dan di kabupaten/kota melalui dana tugas pembantuan.
Bagi kabupaten/kota yang tidak mempunyai satker, dana tugas pembantuan
dialokasikan di provinsi.
Dana dekonsentrasi dan dana tugas
pembantuan terdiri dari dua komponen belanja, yaitu belanja sosial dan belanja
barang. Pencairan anggaran untuk belanja sosial mengacu pada Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012
tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan pencairan anggaran belanja barang
mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2012 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
BAB
VII
PEMANTAUAN,
EVALUASI, DAN PELAPORAN
A.
Pemantauan
Pemantauan
dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut dari upaya monitoring kegiatan P2KP di
lapangan baik dilakukan oleh Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Pemantauan
dilakukan secara periodik dengan mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun
2009 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 23/Permentan/OT.140/5/2009
tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian
Pertanian.
Beberapa
hal yang perlu dipantau ialah mengenai kelengkapan administrasi, penggunaan
dana, dokumen operasional berupa Petunjuk
Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Teknis (Juknis), persiapan dan
pelaksanaan kegiatan di kelompok penerima manfaat.
B.
Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari
tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan Pusat secara periodik minimal dua kali
dalam satu tahun. Evaluasi
dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab kelembagaan
yang menangani P2KP serta tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan indikator yang telah ditetapkan. Kegiatan evaluasi juga
dilakukan sebagai upaya antisipasi terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat
berjalan lancar sesuai dengan tujuan dan sasaran.
C.
Pelaporan
Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara
berjenjang, mulai dari tingkat kelompok, desa, kabupaten/kota, provinsi hingga Pusat secara
berkala, berkelanjutan, dan tepat waktu. Kelompok penerima manfaat bersama Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa menyampaikan laporan kepada
kabupaten/kota melalui pendamping P2KP kabupaten/kota dengan format yang telah
ditentukan. Selanjutnya kabupaten/kota meneruskan laporan tersebut ke provinsi
dan provinsi meneruskan ke pusat (Gambar 1).
Aparat dan pendamping kabupaten/kota memantau kegiatan
lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan serta menyampaikan
laporan P2KP ke Provinsi sesuai dengan format yang telah ditentukan. Kabupaten/Kota memberikan umpan balik kepada Desa serta melakukan tindak lanjut terhadap kondisi yang
perlu penanganan segera atau dikoordinasikan
oleh pengelola kegiatan di tingkat kabupaten/kota.
Provinsi memantau kegiatan lapangan secara berkala dan
mengevaluasi hasil pemantauan serta melaporkannya ke tingkat Pusat sesuai
dengan format yang telah ditentukan.
Selanjutnya Provinsi memberikan umpan balik kepada Kabupaten/Kota terhadap
kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola
kegiatan tingkat provinsi.
Pusat sebagai penanggung jawab kegiatan melakukan
pemantauan kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan Provinsi
dan selanjutnya memberikan umpan
balik kepada Provinsi atau melakukan tindak lanjut terhadap kegiatan yang
memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di
tingkat Pusat. Pusat melaporkan perkembangan kegiatan P2KP kepada Unit Kerja
Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan (UKP4).
Laporan yang dibuat menggambarkan hal-hal sebagai berikut:
a.
kemajuan
pelaksanaan kegiatan dan anggaran, sesuai dengan indikator yang ditetapkan;
b.
permasalahan yang
dihadapi dan upaya tindak lanjut; dan
c.
saran dan masukan
untuk perbaikan kegiatan yang akan datang.
Alur
pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 1. Arus Pelaporan Gerakan P2KP
Keterangan:
: Arus pelaporan.
: Umpan balik.
BAB VIII
PENUTUP
Pedoman Gerakan P2KP Tahun 2013 diterbitkan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan kegiatan P2KP.
Penyelenggaraan gerakan P2KP harus berjalan dengan baik sehingga dapat mempercepat terwujudnya masyarakat yang sehat, aktif, dan produktif melalui upaya peningkatan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal.
Pedoman ini juga
menjadi acuan bagi penyusunan Pedoman Pelaksanaan di tingkat Pusat, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta
Petunjuk Teknis (Juknis) P2KP di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Tiada ulasan:
Catat Ulasan