Khamis, 11 April 2013

Lampiran Pedoman P2KP 2013

Bagi kawan-kawan penyuluh pendamping atau kelompok sasaran program P2KP, kali ini saya postingkan pedoman P2KP 2013 semoga bermanfaat.



LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERTANIAN
                     NOMOR      : 15/Permentan/OT.140/2/2013 
                     TANGGAL   : 11 Februari 2013

PEDOMAN GERAKAN PERCEPATAN
PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Pangan merupakan hal yang sangat penting dan strategis bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Kebutuhan manusia akan pangan ialah hal yang sangat mendasar, sebab konsumsi pangan adalah salah satu syarat utama penunjang kehidupan. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pangan Sedunia tahun 1996 di Roma – Italia, para pemimpin negara dan pemerintahan telah mengikrarkan komitmen bersama untuk mencapai ketahanan pangan sebagai upaya melawan kelaparan. Kini pangan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia yang penyelenggaraannya wajib dijamin oleh Negara.

Penyelenggaraan urusan pangan di Indonesia diatur melalui Undang- Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 pengganti Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996, yang dibangun  berlandaskan kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini menggambarkan bahwa apabila suatu negara tidak mandiri dalam pemenuhan pangan, maka kedaulatan negara bisa terancam. Dalam Undang-Undang Pangan ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat perorangan, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi dan kearifan lokal secara bermanfaat.

Beberapa hasil kajian menunjukan ketersediaan pangan yang cukup secara nasional terbukti tidak menjamin perwujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah (regional), rumah tangga dan individu. Data menunjukan bahwa jumlah proporsi rumah tangga yang kekurangan gizi di setiap provinsi masih tinggi. Berkaitan dengan hal tersebut, penganekaragaman pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Dari segi fisiologis juga dikatakan, bahwa untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif manusia memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi yang terdapat pada berbagai jenis makanan, sebab tidak ada satupun jenis pangan yang lengkap zat gizinya selain Air Susu Ibu (ASI).

Kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia dipantau dengan menggunakan ukuran melalui Pola Pangan Harapan (PPH). Skor PPH Indonesia periode 2009-2011 mengalami fluktuasi mulai dari 75,7 pada tahun 2009 naik menjadi 77,5 pada tahun 2010, kemudian turun lagi pada tahun 2011 menjadi 77,3 dan tahun PPH tahun 2012 bahkan cenderung mengalami penurunan lagi. Hal ini disebabkan masih rendahnya konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah. Bahkan konsumsi kelompok padi-padian masih sangat besar dengan proporsi sebesar 61,8 persen. Situasi seperti ini terjadi karena pola konsumsi pangan masyarakat yang kurang beragam, bergizi seimbang serta diikuti dengan semakin meningkatnya konsumsi terhadap produk impor, antara lain gandum dan terigu. Sementara itu, konsumsi bahan pangan lainnya dinilai masih belum memenuhi komposisi ideal yang dianjurkan, seperti pada kelompok umbi, pangan hewani, sayuran dan aneka buah.

Secara umum upaya penganekaragaman pangan sangat penting untuk dilaksanakan secara massal, mengingat trend permintaan terhadap beras kian meningkat seiring dengan derasnya pertumbuhan penduduk, semakin terasanya dampak perubahan iklim, adanya efek pemberian beras bagi keluarga miskin (Raskin) sehingga semakin mendorong masyarakat yang sebelumnya mengonsumsi pangan pokok selain beras menjadi mengonsumsi beras (padi), serta belum optimalnya pemanfaatan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok bagi masyarakat setempat.

Pelaksanaan kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) ini merupakan implementasi dari Rencana Strategis Kementerian Pertanian yaitu Empat Sukses Pertanian, yang salah satunya ialah mengenai Peningkatan Diversifikasi Pangan, yang merupakan salah satu kontrak kerja antara Menteri Pertanian dengan Presiden Republik Indonesia pada tahun 2009-2014, dengan tujuan untuk meningkatkan keanekaragaman pangan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kontrak kerja ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal, yang ditindaklanjuti oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Peraturan tersebut kini menjadi acuan untuk mendorong upaya penganekaragaman konsumsi pangan dengan cepat melalui basis kearifan lokal serta kerja sama terintegerasi antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Di tingkat provinsi, kebijakan tersebut telah ditindaklanjuti melalui surat edaran atau Peraturan Gubernur (Pergub), dan di tingkat kabupaten/kota ditindaklanjuti dengan surat edaran atau Peraturan Bupati/Walikota (Perbup/Perwalikota).

Sebagai bentuk keberlanjutan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) Berbasis Sumber Daya Lokal tahun 2010, pada tahun 2013 program P2KP diimplementasikan melalui kegiatan:                        (1) Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), (2) Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), serta (3) Sosialisasi dan Promosi P2KP. Melalui tiga kegiatan besar ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas konsumsi pangan masyarakat untuk membentuk pola konsumsi pangan yang baik. Disamping itu perlu dijalin kerja sama kemitraan dengan pihak swasta yang antara lain bisa berupa Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) baik di bidang pangan maupun bidang lainnya lainnya seperti pendidikan dengan sosialisasi baik kepada anak usia dini maupun ke kelompok wanita dan masyarakat dalam konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.
Gerakan P2KP sangat jelas di lapangan, terutama pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, baik itu melalui integrasi berbagai kegiatan dalam mewujudkan pengembangan ekonomi daerah, maupun dari segi pelaksanaan dan pembiayaannya. Selain itu, Gubernur dan bupati/walikota sebagai integrator utama memiliki peranan penting dalam mengoordinasikan gerakan P2KP, khususnya terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai agen pembawa perubahan                            (agent of change).

Disamping untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, gerakan P2KP ini juga ditujukan untuk meningkatkan keragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat agar lebih beragam, bergizi seimbang dan aman guna menunjang hidup sehat yang aktif dan produktif.

Untuk itu, Pedoman Gerakan P2KP tahun 2013 ini ditetapkan sebagai acuan penyelenggaraan program P2KP sehingga dapat berjalan dengan baik di tingkat pusat maupun di provinsi dan kabupaten/kota untuk menyukseskan upaya peningkatan diversifikasi pangan.

B.    Ruang Lingkup

Ruang lingkup kegiatan P2KP tahun 2013 terdiri atas:

1.   Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Optimalisasi pemanfaatan pekarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan manfaat pekarangan sebagai sumber pangan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah, serta budidaya ternak dan ikan sebagai tambahan untuk  ketersediaan sumber karbohidrat, vitamin, mineral, dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan perumahan/warga yang saling berdekatan. Dengan demikian akan dapat terbentuk sebuah kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dalam kawasan tersebut dari optimalisasi pekarangan. Pendekatan pengembangan ini dilakukan dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), antara lain dengan membangun kebun bibit dan mengutamakan sumber daya lokal disertai dengan pemanfaatan pengetahuan lokal (local wisdom) sehingga kelestarian alam pun tetap terjaga. Implementasi kegiatan ini disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

Kegiatan Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan melalui konsep KRPL dengan pendampingan oleh Penyuluh Pendamping P2KP desa dan Pendamping P2KP kabupaten/kota, serta dikoordinasikan bersama dengan aparat kabupaten/kota. Selain pemanfaatan pekarangan, juga diarahkan untuk pemberdayaan kemampuan kelompok wanita membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA), termasuk kegiatan usaha pengolahan pangan rumah tangga untuk menyediakan pangan yang lebih beragam.

Di setiap desa dibangun kebun bibit untuk memasok kebutuhan bibit bagi anggota kelompok dan masyarakat, sehingga tercipta keberlanjutan kegiatan. Pengembangan kebun bibit ini diharapkan dapat diintegerasikan dengan kegiatan pembibitan yang ada di Direktorat Jenderal Hortikultura dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Untuk itu, pengembangan kebun bibit pada kegiatan ini harus berkoordinasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) setempat, dan mengutamakan tanam-tanaman yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat ataupun jenis tanaman baru yang memiliki keunggulan nilai gizi.

Di setiap desa pelaksana P2KP dana bantuan sosial (bansos)  juga diarahkan untuk mengembangkan kebun sekolah di salah satu sekolah (SD/SMP/SMA) yang berlokasi di desa tersebut. Pembinaan dilakukan oleh pandamping desa P2KP, sejalan dengan pembinaan yang dilakukan terhadap kelompok wanita P2KP, dan berkoordinasi dengan sekolah yang bersangkutan. Kebun bibit yang dikembangkan di desa P2KP juga diarahkan untuk dapat memasok bibit ke kebun sekolah tersebut.

Kelompok sasaran kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan adalah kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu desa sehingga membentuk kawasan. Setiap anggota wajib mengembangkan pemanfaatan pekarangan dengan menanam tanaman sumber pangan (sayur, buah, umbi) ataupun memelihara ternak dan ikan. Tujuannya adalah mencukupi ketersediaan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga. Hasil dari usaha pekarangan ini diutamakan untuk dikonsumsi oleh rumah tangga bersangkutan dan apabila berlebih dapat dibagikan/disumbangkan kepada anggota kelompok atau secara bersama-sama dijual oleh kelompok.

Setiap pekarangan rumah anggota kelompok diharapkan dilengkapi dengan sarana pembuatan pupuk kompos dari sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak dan sisa-sisa limbah dapur untuk digunakan sendiri. Pembuatan kompos/pupuk organik ini diharapkan dilaksanakan juga dalam pengembangan kebun sekolah.

2.   Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L).

Tujuan dari kegiatan MP3L adalah untuk mengembangkan pangan lokal sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang secara khusus dipersiapkan untuk mendukung pelaksanaan program pangan bersubsidi bagi keluarga berpendapatan rendah. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai instansi terkait yang bertujuan untuk:
a.  mengembangkan beras/nasi “non beras” sumber karbohidrat yang dapat disandingkan dengan beras/nasi, berbahan baku sumber pangan lokal;
b.  mengembalikan kesadaran masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan non-beras/non-terigu dari sumber pangan lokal;
c.  perbaikan mutu konsumsi pangan masyarakat melalui penurunan konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok selain beras yang diimbangi dengan konsumsi pangan hewani serta sayur dan buah.
Pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, pisang, sukun, labu kuning sudah banyak dikembangkan dengan dijadikan tepung. Ke depan diharapkan aneka tepung ini dapat diolah sebagai pangan pokok mensubstitusi beras dan terigu sebagai sumber karbohidrat. Melalui teknologi pengolahan pangan dapat dikembangkan “nasi non-beras” yang dapat disandingkan dengan “nasi beras” sebagai menu makanan sehari-hari serta mendorong dan mengembangkan penganekaragaman pangan khususnya berbasis aneka tepung berbahan baku lokal serta pengembangan pengolahan tepung lokal menjadi pangan ”intermediate.

3.   Sosialisasi dan Promosi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP).

Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dimaksudkan untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan B2SA kepada masyarakat melalui upaya-upaya penyebarluasan informasi, penyadaran sikap dan perilaku serta ajakan untuk memanfaatkan pangan lokal sebagai sumber gizi keluarga demi terciptanya pola hidup yang sehat, aktif dan produktif.

Kepemimpinan formal (presiden, gubernur, bupati/walikota, hingga kepala desa) berperan sentral sebagai panutan dan tokoh penggerak dalam gerakan P2KP. Sedangkan kepemimpinan informal (tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama) berperan sebagai panutan dalam mendukung Gerakan P2KP. Untuk itu himbauan baik tertulis maupun melalui media komunikasi perlu disertai dengan contoh kongkrit tentang pentingnya diversifikasi pangan sebagai upaya pemenuh gizi keluarga.

Pelaksanaan gerakan P2KP memerlukan dukungan, peran serta dan sinergi dari lembaga/instansi dan pemangku kepentingan di lingkup Kementerian Pertanian, dukungan diharapkan dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPSDMP), Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Hortikultura, Direktorat Jenderal Perkebunan, dan Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP). Kementerian lain yang terkait dan diharapkan dapat bersinergi dan mendukung kegiatan ini adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, lembaga adat dan agama, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD), pelaku usaha, dan organisasi non-pemerintah seperti PKK, SIKIB, Kowani, dan lain sebagainya. Kerja sama ini dapat dilakukan secara sinergis melalui pelaksanaan gerakan P2KP sesuai peraturan yang ada.
Peran pelaku usaha (swasta) dalam mendukung gerakan P2KP dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Peran kelembagaan non-formal dalam hal ini juga sangat penting dalam menyukseskan upaya diversifikasi pangan untuk kesejahteraan bangsa.

Lomba Cipta Menu (LCM) merupakan salah satu ajang tahunan yang digelar untuk mendukung upaya P2KP. LCM dimaksudkan sebagai bentuk sosialisasi dan peningkatan pemahaman atas pentingnya diversifikasi konsumsi pangan melalui kompetisi penciptaan menu B2SA berbasis pangan lokal, mulai tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional.

Pameran diversifikasi pangan juga dilakukan sebagai bentuk promosi pangan lokal yang antara lain dilakukan dengan menampilkan aneka pangan lokal, produk olahan pangan lokal, hingga demo masak pangan lokal. Pameran diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memudahkan interaksi antara pemerintah dengan para pengunjung, baik itu masyarakat umum maupun pelaku usaha. Pada puncak peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) tingkat nasional, setiap provinsi diberikan kesempatan untuk menampilkan produk olahan pangan lokalnya pada stand masing-masing daerah. Dalam rangka mempercepat penurunan konsumsi beras, maka pameran ini diarahkan untuk memamerkan atau mendemokan pangan pokok selain beras dan terigu, dan bukan memamerkan pangan kudapan/camilan.

Dari uraian di atas kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP ini terdiri dari empat sub kegiatan, yaitu sebagai berikut:

No
Kegiatan
Sub Kegiatan

1.

Gerakan dan kampanye P2KP
·       Advokasi gerakan P2KP kepada tokoh masyarakat dan para pemangku kepentingan;
·       Aksi nyata gerakan P2KP secara kreatif dan inovatif bersama-sama antara pemerintah, akademisi, swasta, LSM, serta masyarakat;
·       Seminar/lokakarya peningkatan diversifikasi pangan.

2.

Lomba Cipta Menu B2SA
·       Kerja sama dengan PKK;
·       Kerja sama dengan akademisi dan organisasi profesi;
·       Kerja sama dengan pihak swasta.

3.

Promosi Media Massa
·       Pemasangan billboard/baliho gerakan P2KP di tempat-tempat umum;
·       Penyiaran jingle P2KP di radio;
·       Penayangan iklan layanan masyarakat P2KP di televisi.

4.
Pameran Diversifikasi Pangan
·       Promosi pangan pokok lokal;
·       Demo masak pangan pokok lokal.


C.    Pengertian

1.     Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,  termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
2.     Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
3.     Penganekaragaman Pangan adalah upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal.
4.     Pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) adalah aneka ragam bahan pangan baik sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak yang apabila dikonsumsi dalam jumlah berimbang dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan.
5.     Sosialisasi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman adalah upaya penyebarluasan informasi untuk memasyarakatkan dan membudayakan pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada masyarakat khususnya ibu hamil dan anak usia dini untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.
6.     Pangan Lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat sesuai dengan potensi dan kearifan lokal.
7.     Pola Konsumsi adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari, yang umum dikonsumsi masyarakat dalam jangka waktu tertentu.
8.     Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan ragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan).
9.     Pekarangan adalah lahan yang ada di sekitar rumah dengan batas pemilikan  yang jelas (lahan boleh berpagar dan boleh tidak berpagar) serta menjadi tempat tumbuhnya berbagai jenis tanaman dan tempat memelihara berbagai jenis ternak dan ikan.
10.  Tanaman pekarangan adalah tanaman yang menghasilkan umbi, buah, sayuran, bahan obat nabati, florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai buah, sayuran, bahan obat nabati, dan/atau bahan estetika.
11.  Pendamping P2KP Tingkat Kabupaten/Kota adalah penyuluh pertanian atau aparat yang menangani P2KP yang mengikuti pelatihan pendamping P2KP, dan bertugas untuk mendampingi serta membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di kabupaten/kota.
12.  Pendamping P2KP Tingkat Desa adalah penyuluh pertanian/penyuluh Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian                                            (THL-TBPP)/penyuluh swadaya/local champion/tokoh masyarakat  yang mengikuti pelatihan pendamping P2KP di kabupaten/kota dan bertugas untuk mendampingi serta membimbing kelompok sasaran kegiatan P2KP di desa P2KP.
13.  Demplot adalah kawasan/area yang terdapat dalam kawasan SL-P2KP yang berfungsi sebagai lokasi percontohan, temu lapang, tempat belajar dan tempat praktek pemanfaatan pekarangan yang disusun dan diaplikasikan bersama oleh kelompok.
14.  Sekolah Lapangan (SL) adalah suatu model pelatihan yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan untuk mempercepat proses peningkatan kompetensi sasaran, dimana proses berlatih melatih dilaksanakan melalui kegiatan belajar sambil mengerjakan dan belajar untuk menemukan atau memecahkan masalah sendiri, dengan berasaskan kemitraan antara pelatih dan peserta.
15.  SL-P2KP adalah SL bagi masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengembangan pemanfaatan pekarangan dalam rangka percepatan penganekaragaman konsumsi pangan sesuai dengan sumberdaya lokal.
16.  Kebun Sekolah adalah halaman atau lahan yang ada di sekitar sekolah  dengan batas penguasaan yang jelas, dapat dimanfaatkan untuk budidaya berbagai jenis tanaman/tumbuhan, ternak atau ikan.
17.  Kebun Bibit adalah area/kebun milik kelompok yang dijadikan/ difungsikan  sebagai tempat untuk pembibitan bagi kelompok. Kegiatan pembibitan dimaksudkan untuk penyulaman atau penanaman kembali demplot kelompok maupun pekarangan milik anggota dan masyarakat desa.
18.  Desa P2KP adalah desa yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana kegiatan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan.
19.  Kelompok P2KP adalah kelompok wanita yang telah ditunjuk sebagai penerima manfaat dan pelaksana kegiatan P2KP, yaitu yang sudah eksis dan beranggotakan minimal 30 (tiga puluh) rumah tangga yang lokasinya saling berdekatan.
20.  Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) adalah kegiatan untuk menghasilkan model pengembangan produk pangan pokok sesuai karakteristik daerah berbasis sumber daya lokal.
21.  Rumah Pangan Lestari adalah sebuah konsep hunian yang secara optimal memanfaatkan pekarangannya sebagai sumber pangan dan gizi keluarga secara berkelanjutan.

22.  Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) adalah sebuah konsep lingkungan perumahan penduduk yang secara bersama-sama mengusahakan pekarangannya secara intensif untuk dimanfaatkan menjadi sumber pangan secara berkelanjutan dengan mempertimbangkan aspek potensi wilayah dan kebutuhan gizi warga setempat.
23.  Lomba Cipta Menu (LCM) adalah ajang perlombaan tahunan yang diikuti oleh kelompok wanita dalam menciptakan menu makanan berbasis pangan lokal yang diselenggarakan di tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, dan tingkat nasional.

BAB II
TUJUAN, SASARAN, DAN INDIKATOR KELUARAN

A.    Tujuan
1.     Tujuan Umum:
Secara umum tujuan kegiatan P2KP adalah untuk memfasilitasi dan mendorong terwujudnya pola konsumsi pangan masyarakat yang B2SA yang diindikasikan dengan meningkatnya skor Pola Pangan                        Harapan (PPH).
Adapun tujuan dari Pedoman P2KP ini adalah sebagai acuan bagi pelaksana kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga kegiatan P2KP dapat berjalan optimal dan mencapai sasaran yang diharapkan.
2.     Tujuan Khusus:
a.     meningkatkan kesadaran, peran, dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang B2SA serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan pokok beras;
b.     meningkatkan partisipasi kelompok wanita dalam penyediaan sumber pangan dan gizi keluarga melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan sebagai penghasil sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral untuk konsumsi keluarga;
c.     mendorong pengembangan usaha pengolahan pangan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sumber karbohidrat  selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.
B.    Sasaran
1.     Sasaran Kegiatan
Mengacu pada tujuan di atas, sasaran kegiatan P2KP ialah:
a.     meningkatnya kesadaran dan peranserta masyarakat dalam mewujudkan pola konsumsi pangan yang B2SA serta menurunnya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap bahan pangan tertentu dengan pemanfaatan pangan lokal.
b.     berkembangnya usaha pengolahan pangan skala UMKM sumber karbohidrat selain beras dan terigu yang berbasis sumber daya dan kearifan lokal.
2.     Sasaran Lokasi Kegiatan
Kegiatan P2KP tahun 2013 dilaksanakan dengan sasaran lokasi sebagai berikut:
a.     optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep KRPL dilaksanakan di 5000 (lima ribu) desa baru dan 1280 (seribu dua ratus delapan puluh) desa lanjutan tahun 2012 pada 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota di 33 provinsi;
b.     Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan         di 30 (tiga puluh) kabupaten/kota pada 18 (delapan belas) provinsi;
c.     sosialisasi dan promosi P2KP dilaksanakan di 33 (tiga puluh tiga) provinsi.

C.    Indikator Keluaran
Keberhasilan kegiatan P2KP akan tercermin dari indikator berikut:
a.     meningkatnya jumlah partisipasi wanita dalam penyediaan pangan keluarga yang B2SA;
b.     meningkatnya jumlah usaha pengolahan pangan lokal berbasis tepung-tepungan, dan penyediaan pangan sumber karbohidrat dari bahan pangan lokal;
c.      terciptanya model pengembangan pangan pokok lokal sesuai dengan karakteristik daerah;
d.     meningkatnya motivasi, partisipasi, dan aktivitas masyarakat dalam gerakan P2KP;
e.     meningkatnya kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui penghitungan skor PPH pada desa binaan.

BAB III
KERANGKA PIKIR

A.    Kebijakan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan memberi arahan bahwa untuk  memenuhi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman; mengembangkan usaha pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan antara lain melalui penetapan kaidah penganekaragaman pangan, pengoptimalan pangan lokal, pengembangan teknologi dan sistem insentif bagi usaha pengolahan pangan lokal, pengenalan jenis pangan baru termasuk pangan lokal yang belum dimanfaatkan, pengembangan diversifikasi usaha tani dan perikanan, peningkatan ketersediaan dan akses benih dan bibit tanaman, ternak, dan ikan; pengoptimalan pemanfaatan lahan termasuk lahan pekarangan; penguatan usaha mikro, kecil dan menengah di bidang pangan; serta pengembangan industri pangan yang berbasis pangan lokal.

Untuk implentasinya, Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 tentang Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan menjadi acuan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam melakukan perencanaan, penyelenggaraan, evaluasi, dan pengendalian kegiatan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal.

B.    Rancangan Kegiatan
Gerakan P2KP pada tahun 2013 dilakukan melalui 3 (tiga) kegiatan utama yaitu:
1.     Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan dilakukan untuk 2 (dua) kelompok sasaran yaitu :
·      Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2012 yang telah berkembang dan melaksanakan pemanfaatan pekarangan sebanyak 1280 (seribu dua ratus delapan puluh) desa di 149 (seratus empat puluh sembilan) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) provinsi untuk kegiatan pengembangan kebun bibit;  
·      Kelompok Wanita penerima bantuan tahun 2013 sebanyak 5000 (lima ribu)  desa di 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota pada 33 (tiga puluh tiga) provinsi dengan rincian kegiatan :
a.     pengembangan pekarangan anggota dan demplot kelompok. Kegiatan berupa pembuatan pagar kebun, pengolahan tanah, pembelian benih/bibit sarana penanaman, sarana pembuatan pupuk organik, dan atau pembuatan kandang/kolam;
b.     pengadaan kebun bibit;
c.     pengembangan kebun sekolah;
d.     pengenalan dan pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan, termasuk pembelian sarana pengolahan pangan.
·      Calon Penerima dan Calon Lokasi (CP/CL) yang diidentifikasi harus memenuhi kriteria-kriteria, yaitu:
a.     kelompok wanita yang beranggotakan minimal 30 rumah tangga yang berdomisili berdekatan dalam satu kawasan, sehingga dapat membentuk kawasan pekarangan dengan konsep KRPL;
b.     bukan kelompok penerima Bantuan Sosial (Bansos) lainnya di tahun berjalan;
c.     memiliki struktur organisasi yang jelas dan diketahui kepala desa;
d.     mampu menyediakan lahan untuk kebun bibit (bukan menyewa lahan) dan memeliharanya untuk kepentingan anggota kelompok dan masyarakat desa lainnya (surat pernyataan);
e.     mampu mengelola keuangan kelompok dan melaksanakan kegiatan secara berkesinambungan (surat pernyataan).



2.     Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L). Inti kegiatan MP3L dilaksanakan untuk mendorong penyediaan bahan pangan lokal selain beras dan terigu dalam mendukung pola konsumsi pangan pokok yang B2SA melalui:
·      Bantuan penyediaan alat untuk menghasilkan produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal;
·      Fasilitasi dan pendampingan kepada UMKM untuk mengembangkan bisnis dan industri berbasis pangan lokal dalam penyediaan bahan pangan pokok lokal non-beras untuk masyarakat;
·      Kajian terhadap produk pangan pokok berbahan baku pangan lokal, meliputi : spesifikasi produk, kandungan gizi, daya terima konsumen dan kelembagaan.
Sebagai keberlanjutan dari kegiatan MP3L tahun 2012 yang dikembangkan di 10 (sepuluh) kabupaten di 9 (sembilan) provinsi, pada tahun 2013 akan dikembangkan menjadi 30 (tiga puluh) kabupaten              di 18 (delapan belas) provinsi.
Pelaksanaan kegiatan MP3L didampingi oleh perguruan tinggi setempat yang menangani pengembangan teknologi pangan. Kerja sama dengan perguruan tinggi ini dimaksudkan untuk membantu dan mendukung badan/kantor/dinas yang menangani ketahanan pangan tingkat provinsi dalam melaksanakan kegiatan P2KP.
3.     Sosialisasi dan Promosi P2KP, dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan seperti gerakan kampanye serta sosialisasi melalui media massa cetak maupun elektronik,  promosi pola pangan B2SA seperti “One day No Rice” atau “Manggadong” di Sumatera Utara, Lomba Cipta Menu Pangan B2SA, pameran diversifikasi pangan fokus pada pengembangan pangan pokok lokal berbasis tepung-tepungan, gerakan kampanye kreatif dan inovatif dalam memperkaya citra pangan lokal, serta melalui pelibatan tokoh formal dan informal yang berpengaruh di masyarakat.
Selain rencana kegiatan utama program P2KP di atas, dilakukan juga kegiatan pendukung pencapaian indikator keluaran program ini yang dilakukan oleh provinsi dan kabupaten/kota yang harus dilaksanakan secara simultan sehingga tujuan dari gerakan P2KP dapat terwujud sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Melengkapi upaya P2KP dilakukan kegiatan Analisis Situasi Konsumsi Pangan di Wilayah Program P2KP. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran kuantitas dan kualitas konsumsi pangan, khususnya di desa penerima program P2KP. Kegiatan ini dilakukan            di 250 (dua ratus lima puluh) kabupaten/kota terpilih, dengan minimum sampel 6 (enam) desa per kabupaten/kota (desa lama maupun desa baru penerima program) dan masing-masing desa diambil 10 (sepuluh) s.d 30 (tiga puluh) rumah tangga sampel, sehingga kisaran total sampel setiap kabupaten sebesar 60 (enam puluh) s.d 180 (seratus delapan puluh) rumah tangga, dan total sampel nasional sebesar 15.000 (lima belas ribu) s.d 45.000 (empat puluh lima ribu) rumah tangga.



Kegiatan pemantauan survei konsumsi di wilayah P2KP ini dilakukan dua tahap yaitu awal dan akhir tahun pelaksanaan program 2013.                      Metode survei konsumsi/pemantauan konsumsi pangan dilakukan dengan menggunakan Food Record Method (Pencatatan konsumsi pangan secara mandiri). Tahap pengambilan data konsumsi dilakukan oleh penyuluh pendamping desa P2KP dan pendamping kabupaten/kota P2KP.                     Tahap analisis dan pelaporan dilakukan oleh petugas yang menangani konsumsi di kabupaten/kota dan provinsi. Analisis dilakukan untuk melihat peningkatan kualitas konsumsi pangan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH). Melalui pemantauan konsumsi ini diharapkan dapat mengukur indikator keberhasilan program P2KP.

Keberhasilan pelaksanaan gerakan P2KP bergantung pada sinergi kerja sama antara aparat pemerintah daerah dari berbagai instansi terkait, penyuluh pendamping dan penerima manfaat. Agar kegiatan dilaksanakan dengan tepat sasaran maka harus diidentifikasi dengan benar akar masalah yang ada di lapangan dan melakukan pendekatan yang menyeluruh kepada masyarakat. Pelaksana kegiatan sebaiknya dari kelompok-kelompok yang telah mengakar di masyarakat dan mempunyai keinginan serta komitmen sebagai perintis gerakan P2KP. Secara utuh, kegiatan ini diarahkan untuk menjadi kebutuhan kelompok/masyarakat sehingga keberadaan dan perkembangannya akan bersifat berkelanjutan dan tidak sebatas keproyekan.

Penyuluh Pendamping P2KP memiliki peran terdepan dalam keberhasilan gerakan P2KP, termasuk didalamnya memperbaiki perilaku konsumsi pangan masyarakat. Kemampuan utama yang perlu dikembangkan seorang Penyuluh Pendamping P2KP adalah dari sisi kepemimpinan (leadership), manajemen, dan kewirausahaan (entrepreneurship), disamping kemampuan untuk menggerakkan masyarakat, membangun jejaring, dan menjadi contoh nyata bagi masyarakat, serta berperan sebagai fasilitator dan penyedia input intelektual. Koordinator pendamping kegiatan P2KP kabupaten/kota diambil dari tenaga penyuluh ataupun pegawai badan/kantor/unit kerja ketahanan pangan di kabupaten/kota bersangkutan, sedangkan pendamping desa diambil dari tenaga penyuluh yang ada di desa bersangkutan atau apabila tidak ada maka dapat diambil dari kader setempat yang mampu menjalankan kegiatan pendampingan untuk keberhasilan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan membuat laporan secara berkala.

C.    Pendekatan
Pendekatan yang  digunakan dalam mendukung pelaksanaan gerakan P2KP, diantaranya adalah mengoptimalkan peran para pemimpin formal dan informal sebagai tokoh panutan, kampanye dan gerakan, dan kesinambungan sinergi antar pemangku kepentingan.

Pemimpin memiliki pengaruh besar sebagai tokoh panutan, baik itu pemimpin formal maupun informal. Peranan para pemimpin formal dapat diwujudkan melalui penerbitan peraturan mengenai gerakan P2KP, sedangkan peranan pemimpin informal dapat diwujudkan melalui dukungan dan peran serta didalam gerakan P2KP.

Kampanye dilaksanakan untuk menyinergikan dan mengintegrasikan gerakan P2KP baik itu di tingkat pusat maupun daerah yang antara lain dilakukan dengan cara mengadvokasi para pemimpin, mensosialisasikan kegiatan P2KP kepada para pemangku kepentingan, dan mempromosikan pangan lokal kepada masyarakat luas secara formal maupun informal.

Untuk mendukung gerakan P2KP maka perlu dibangun jaringan kerja sama yang sinergis untuk menyamakan persepsi dan langkah para pemangku kepentingan, baik dengan instansi di lingkup Kementerian Pertanian, kementerian/lembaga terkait, perguruan tinggi, dan pihak swasta serta Badan Umum Milik Negara (BUMN)/Badan Umum Milik Daerah (BUMD).
D.    Strategi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009, gerakan P2KP dilakukan melalui 2 (dua) strategi utama, yaitu:

1.     Internalisasi Penganekaragaman Konsumsi Pangan

Salah satu faktor penting yang menyebabkan belum maksimalnya pencapaian gerakan P2KP adalah masih terbatasnya kebijakan dan peraturan yang berhubungan dengan proses internalisasi pola konsumsi pangan yang B2SA pada tingkat rumah tangga hingga individu. Pengetahuan tentang diversifikasi pangan yang dimiliki oleh setiap individu, terutama wanita sangat penting dalam menyusun menu makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang.
Proses internalisasi penganekaragaman konsumsi pangan dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu :
a.     advokasi, kampanye, promosi, dan sosialisasi tentang konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman kepada aparat pada berbagai tingkatan dan masyarakat;
b.     pendidikan konsumsi pangan yang B2SA melalui jalur pendidikan formal dan non-formal/penyuluhan.
Bagian dari proses internalisasi adalah dengan meningkatkan peran kelompok wanita dan pengembangan pangan B2SA. Kegiatan pemberdayaan kelompok wanita tersebut dilakukan mulai dari pemanfaatan pekarangan sebagai sumber pangan keluarga, peningkatan pengetahuan tentang pangan B2SA, dan pengembangan kebun sekolah untuk pengenalan pangan dan pola pangan B2SA.

2.     Pengembangan Bisnis dan Industri Pangan Lokal

Keberhasilan gerakan P2KP ditentukan juga oleh ketersediaan aneka ragam bahan pangan dan perilaku konsumen dalam mengonsumsi aneka ragam pangan. Efektivitas P2KP akan tercapai apabila upaya internalisasi didukung dan berjalan beriringan dengan pengembangan usaha pangan lokal. Oleh karena itu gerakan P2KP nasional dan daerah perlu diselaraskan, khususnya dalam pengembangan pertanian, perikanan, peternakan, dan industri pengolahan pangan guna memajukan perekonomian wilayah. Kondisi ini menuntut komitmen yang tinggi dari berbagai pihak serta memerlukan rencana bisnis dan industri aneka ragam pangan yang komprehensif. Dalam kegiatan ini, termasuk pengembangan usaha pangan lokal skala UMKM.
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN

A.    Persiapan
1.     Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan dijabarkan lebih lanjut menjadi Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang disusun oleh Provinsi dan Petunjuk Teknis (Juknis) yang disusun oleh Kabupaten/Kota sebagai acuan dalam pelaksanaan Gerakan P2KP di Daerah.
2.     Mekanisme penetapan desa dan kelompok penerima manfaat P2KP:
a.     aparat kabupaten/kota melakukan identifikasi CPCL berkoordinasi dengan Camat untuk memilih lokasi desa dan dengan Kepala Desa untuk memilih kelompok yang memenuhi kriteria sesuai dengan pedoman P2KP, meliputi identitas penerima manfaat (nama dan alamat kelompok, jumlah anggota kelompok, nama dan alamat ketua dan anggota kelompok, nomor rekening kelompok, nama dan alamat sekolah disertai nama kepala sekolah);
b.     selanjutnya hasil CPCL tersebut ditetapkan melalui Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota untuk dana Tugas Pembantuan (TP) dan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi untuk dana dekonsentrasi (Format 1);
c.     keputusan tersebut selanjutnya dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi pada bulan Februari 2013.
d.     kelompok yang telah diidentifikasi harus membuat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan dengan Keputusan KPA.
3.     Mekanisme penetapan pendamping P2KP:
a.     pendamping P2KP tingkat kabupaten/kota tahun 2013                                (bagi kabupaten/kota lama dipilih pendamping yang sudah mengikuti apresiasi P2KP tahun 2012) ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota bagi dana Tugas Pembantuan (TP) dan diusulkan ke provinsi serta ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana dekonsentrasi. Hasil penetapan pendamping P2KP kabupaten/kota (Format 2) dilaporkan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta kepada badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi pada bulan Februari 2013. Selanjutnya seluruh Pendamping P2KP akan mengikuti kegiatan apresiasi tahun 2013.
b.     pemilihan dan penetapan Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa berkoordinasi dengan Bakorluh/BPP Kecamatan/Camat/Kepala Desa/tokoh masyarakat, kemudian ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota bagi dana Tugas Pembantuan (TP) dan diusulkan ke provinsi serta ditetapkan melalui Keputusan KPA yang menangani ketahanan pangan di provinsi bagi dana dekonsentrasi (Format 3) dan disampaikan kepada Badan Ketahanan Pangan c.q Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan serta Kepala Badan/Dinas/Kantor/Unit Kerja Ketahanan Pangan Provinsi pada bulan Februari 2013. Penyuluh yang telah diidentifikasi harus membuat surat pernyataan (Format 8) sebelum ditetapkan oleh Keputusan KPA.
4.     Memilih dan menetapkan lokasi dan pelaku usaha untuk MP3L :
a.     mengidentifikasi potensi bahan baku (jumlah dan lokasi produksi), kegiatan ini dilakukan dengan pencarian data sekunder tentang potensi bahan pangan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pangkin.
b.     mengidentifikasi calon produsen/penghasil produk pangkin, yaitu UKM yang dapat memproduksi Pangkin dengan kriteria produk sesuai dengan yang telah ditentukan.

B.    Pelaksanaan
1.     Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan
Kegiatan ini dilaksanakan di 5000 (lima ribu) desa baru di 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) kabupaten/kota. Setiap desa terdiri dari               1 (satu) kelompok yang beranggotakan minimal 30 (tiga puluh) rumah tangga yang lokasinya saling berdekatan dalam satu kawasan dengan kegiatan sebagai berikut:
a.     identifikasi desa calon penerima;
b.     identifikasi kelompok wanita calon penerima manfaat;
c.     pendamping bekerja sama dengan kelompok untuk melaksanakan kegiatan optimalisasi pemanfaatan pekarangan;
d.     sosialisasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan oleh pendamping kepada kelompok penerima manfaat melalui metode Sekolah Lapangan (SL), yang diberikan kepada para penerima manfaat;
e.     pengembangan Demplot pekarangan sebagai Laboratorium Lapangan (LL) sekaligus berperan sebagai pekarangan percontohan (pangan sumber karbohidrat, protein, vitamin, mineral, dan lemak). Fasilitasi pekarangan percontohan ini antara lain berupa bimbingan, pembelian sarana produksi, administrasi, dan manajemen kelompok;
f.      pengembangan kebun bibit kelompok/desa;
g.     pengembangan pekarangan milik anggota kelompok penerima manfaat sesuai hasil musyawarah kelompok berdasarkan potensi pekarangan dan kebutuhan tiap-tiap anggota kelompok;
h.    pembinaan minimal satu sekolah (SD/MI/SMP/SMA) untuk mengembangkan kebun sekolah dengan tanaman sayuran dan buah, dan atau unggas/ternak kecil/ikan di setiap desa P2KP;
i.      budidaya tanaman sayuran, buah, dan aneka umbi yang biasa dikonsumsi dan disukai oleh masyarakat setempat serta diutamakan menggunakan pupuk organik dan pestisida hayati yang aman bagi lingkungan dan kesehatan;
j.      budidaya unggas atau ternak kecil (seperti ayam, itik, kelinci) atau ikan (lele, nila, mas, patin) sesuai dengan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat sebagai pangan sumber protein hewani;
k.     pengenalan beberapa organisme pengganggu tanaman (jamur, bakteri, virus, serangga) dan cara penanggulangannya;
l.      pertemuan kelompok secara periodik minimal satu kali dalam sebulan;
m.   penyuluhan tentang pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman untuk hidup sehat, aktif, dan produktif;
n.    demonstrasi penyediaan pangan dan penyiapan menu makanan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman;
o.     pengembangan olahan pangan hasil pekarangan untuk pengenalan pangan B2SA atau pengembangan usaha pangan berbasis sumber daya lokal.
2.     Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L)
Kegiatan pengembangan pangan lokal mendukung pelaksanaan Pangkin dilaksanakan dalam rangka mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat. Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) dilaksanakan pada 30 (tiga puluh) kabupaten/kota di 18 (delapan belas) provinsi dengan kegiatan sebagai berikut:
a.     identifikasi calon penerima subsidi pangan bagi masyarakat  berpenghasilan rendah (rumah tangga miskin penerima Raskin jumlah dan lokasinya);
b.     identifikasi pangan lokal untuk Pangkin:
§   identifikasi potensi bahan baku (jumlah dan lokasi produksi), kegiatan ini dilakukan dengan pencarian data sekunder tentang potensi bahan pangan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi Pangkin;
§   identifikasi calon produsen/penghasil produk Pangkin, yaitu UKM yang dapat memproduksi Pangkin dengan kriteria produk sesuai dengan yang telah ditentukan;
c.     pembuatan rancangan produk pangan lokal untuk Pangkin:
§   pengadaan alat untuk menghasilkan produk pangan lokal untuk pangkin;
§   pengadaan alat labeling dan pengemas;
§   pembelian bahan baku pangan lokal.
d.     pengkajian produk pangan lokal kepada masyarakat:
§   uji selera konsumen terhadap hasil produk pangan lokal;
§   uji daya beli masyarakat, antara lain dengan menjual hasil produk pangan lokal kepada masyrakat;
§   penyusunan spesifik produk dalam bentuk kemasan, labelling, dan daya simpan;
§   perhitungan ongkos produksi.

e.     operasional, antara lain: pembinaan, sosialisasi, koordinasi, monitoring, dan evaluasi, serta pelaporan. Dalam rangka sosialisasi, perlu diadakan kampanye yang melibatkan stakeholder termasuk para pemimpin dan masyarakat luas untuk secara bersama-sama melakukan gelar makan pangan lokal yang dikembangkan.
3.     Sosialisasi dan Promosi P2KP
Kegiatan sosialisasi dan promosi P2KP dilakukan dalam bentuk:
a.     Gerakan atau Kampanye P2KP
Gerakan atau kampanye P2KP dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan kreatif dan inovatif yang dapat menarik perhatian serta mendidik masyarakat dengan membentuk pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman seperti melalui gerakan One Day No Rice, kegiatan mengonsumsi ubi (manggadong), gerakan konsumsi buah dan sayur, dan lain sebagainya. Gerakan dan kampanye P2KP dilakukan secara terintegrasi antara pusat, daerah, dan para pemangku kepentingan sehingga mencapai kesatuan gerak dalam mengampanyekan pangan lokal. Pelaksanaan gerakan dan kampanye P2KP dapat juga dilakukan melalui aneka perlombaan, seminar diversifikasi pangan, maupun melalui penyuluhan di berbagai tingkatan. Optimaliasasi peran tokoh masyarakat dan organisasi non pemerintah dalam gerakan dan kampanye P2KP akan membuat upaya sosialisasi dan promosi P2KP berjalan lebih lancar.
b.     Lomba Cipta Menu B2SA
Lomba Cipta Menu B2SA dilaksanakan di tingkat kabupaten/kota, kemudian dilanjutkan pada tingkat provinsi, dan berlanjut hingga tingkat nasional pada puncak perayaan HPS. Menu yang diciptakan terdiri dari sarapan, makan siang, dan makan malam untuk tiga hari dengan memanfaatkan pangan lokal.
c.     Penayangan Iklan di Media Massa
Iklan di media massa dilakukan untuk menyebarluaskan informasi secara luas kepada masyarakat. Iklan dilakukan di media massa cetak maupun elektronik dalam bentuk pemasangan billboard di tempat-tempat umum, penyiaran jingle P2KP di radio, maupun penayangan iklan layanan masyarakat di televisi baik di tingkat lokal maupun tingkat nasional.
d.     Pameran P2KP
Kegiatan pameran P2KP dilakukan untuk mempromosikan upaya peningkatan diversifikasi pangan melalui berbagai event seperti             Hari Pangan Sedunia, Festival Pangan Lokal, Agrinex, dan lain sebagainya. Dalam kegiatan pameran juga dapat dibuat berbagai media sosialisasi dan promosi seperti brosur, poster, banner, dan lain sebagainya seperti demo masak sesuai dengan tema pameran. Melalui pameran P2KP diharapkan dapat mempertemukan para pemangku kepentingan sehingga dapat mendorong pengembangan bisnis dan industri pangan lokal.
e.     sosialisasi pola konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman (B2SA) melalui penyuluhan, seminar, maupun pameran.
f.      melakukan kampanye kreatif dan inovatif antara lain melalui gerakan P2KP seperti One Day No Rice, dan lain sebagainya.
g.     melaksanakan/berpartisipasi dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk perlombaan, festival kuliner, dan demo masak pangan lokal.
h.    kunjungan kerja.
i.      pelibatan pemimpin/tokoh formal dan informal sebagai bentuk advokasi terhadap gerakan P2KP.

C.    Titik Kritis Pelaksanaan Kegiatan
Beberapa aspek kegiatan dan tahapan yang perlu diperhatikan pada pengendalian intern program P2KP meliputi bidang administrasi, proses keberlangsungan kegiatan, dan mengenai kualitas kerja yang dihasilkan.
1.     Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan :
a.     kelengkapan administrasi terdiri dari Keputusan Kelompok Penerima Bantuan Sosial (Bansos), Surat Pernyataan Kelompok, Keputusan Pendamping Kabupaten/Kota dan Desa, SP2D Pencairan Bantuan Sosial (Bansos), Berita Serah Terima Bantuan Sosial (Bansos), Laporan Semester, dan Laporan  Akhir P2KP;
b.     pada proses keberlangsungan kegiatan perlu diperhatikan tentang perkembangan, ketepatan waktu dalam melaksanakan kegiatan, dan keberlanjutan kegiatan;
c.     kualitas kerja yang dihasilkan mengacu pada pengembangan KRPL, pengetahuan pola konsumsi pangan B2SA, kualitas produk olahan pangan lokal, intensitas promosi, dan aksi gerakan P2KP berbasis kearifan lokal;
d.     peluang resiko yang sering muncul antara lain mengenai waktu pelaksanaan, kualitas kegiatan, kurang koordinasi, dan pelaporan antara lain pada proses CPCL, pencairan dana, kelengkapan administrasi, sosialisasi oleh pendamping, pelaporan, serta kampanye P2KP.
2.     Untuk MP3L:
a.     Identifikasi lokasi dan pelaku produk pangan lokal; serta
b.     Produk pangan pokok lokal yang dihasilkan.

BAB V
ORGANISASI DAN TATA KERJA

A.    Organisasi
Mekanisme dan tata hubungan kerja antar instansi pada                                   gerakan P2KP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri                              Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.140/10/2009 menunjukkan                 bahwa di daerah, pelaksanaan dikoordinasikan oleh Dewan Ketahanan Pangan (DKP) Daerah yang diketuai oleh gubernur atau                       bupati/walikota selaku Ketua Harian DKP di masing-masing daerah. Penanggung jawab kegiatan adalah badan/dinas/kantor/unit kerja ketahanan pangan daerah dengan melibatkan instansi dan dinas terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Perdagangan, Dinas Peternakan dan Perikanan, perguruan tinggi, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya seperti PKK tingkat provinsi, kabupaten/ kota, kecamatan, kelurahan dan desa.

Sedangkan pada tingkat nasional, untuk memperlancar gerakan P2KP, Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP membantu Menteri Pertanian selaku Ketua Harian DKP mengkoordinasikan instansi terkait baik kementerian/lembaga terkait, pihak swasta, industri pangan dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.

Pelaksanaan kegiatan P2KP merupakan tugas bersama antara Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan P2KP harus dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program. Peranan pemerintah terbatas pada fungsi pelayanan, penunjang, fasilitasi, dan motiva­si. Partisipasi masyarakat, swasta, LSM, organisasi profesi maupun perguruan tinggi sangat dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan gerakan P2KP.

B.    Tata Kerja
Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan P2KP secara berjenjang dari  desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi sampai tingkat pusat, DKP berfungsi sebagai simpul koordinasi.
1.     Desa
Kepala Desa/Lurah sebagai pimpinan wilayah di desa P2KP mendukung pelaksanaan kegiatan P2KP di desa/kelurahan dengan berkoordinasi bersama-sama dengan penyuluh pendamping, kelompok penerima manfaat, dan dengan pihak sekolah pelaksana pengembangan                  kebun sekolah.
2.     Kecamatan
Camat bertugas: (a) memfasilitasi pelaksanaan P2KP di wilayahnya,                (b) mengkoordinasikan Kepala Desa dalam menggerakkan pelaksanaan P2KP di wilayahnya, (c) memberikan masukan kepada Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan tingkat kabupaten/kota dalam pemilihan CPCL.
3.     Kabupaten/Kota
Bupati/Walikota selaku Ketua DKP di kabupaten/kota berperan sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di tingkat kabupaten/kota adalah Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan.
4.     Provinsi
Gubernur selaku Ketua DKP Provinsi berperan sebagai koordinator pelaksana P2KP, sedangkan penanggung jawab kegiatan di provinsi adalah Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan di tingkat provinsi.
5.     Pusat
Kepala Badan Ketahanan Pangan selaku Sekretaris DKP cq. Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan bertanggung jawab mulai proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pengendalian serta sinkronisasi dan integrasi kegiatan dan anggaran.


BAB VI
PEMBIAYAAN

A.    Operasional Kegiatan
1.     Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2012 mendapatkan                         Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) untuk pengembangan kebun bibit.
2.     Kelompok wanita pelaksana KRPL tahun 2013 diberikan dana bantuan sosial sebesar Rp 47.000.000 (empat puluh tujuh juta rupiah), terdiri dari :
a.     Rp 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah) untuk pengembangan pekarangan anggota dan demplot. Dana bantuan sosial ini digunakan untuk pembuatan pagar, bibit/benih, sarana budidaya, sarana pembuatan pupuk organik dan/atau pembuatan kandang/kolam;
b.     Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah) untuk kebun bibit;
c.     Rp 3.000.000 (tiga juta rupiah) untuk pengembangan kebun sekolah; dan
d.     Rp 2.000.000 (dua juta rupiah) untuk pengembangan menu B2SA dari hasil pekarangan dan atau usaha olahan pangan skala UMKM.
3.     Kegiatan Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) tahun 2013 dilaksanakan di 30 (tiga puluh) kabupaten/kota pada 18 (delapan belas) provinsi. Kegiatan MP3L pada tahun 2013 merupakan pengembangan dari kegiatan MP3L di tahun 2012. Besar anggaran                 per kabupaten/kota antara Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah)                      - Rp 450.000.000 (empat ratus lima puluh juta rupiah).
4.     Sosialisasi dan Promosi P2KP
Kegiatan Sosialisasi dan Promosi P2KP dilaksanakan oleh badan/dinas/unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi melalui dana APBN dengan besar anggaran antara Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) - Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) untuk masing-masing provinsi yang digunakan untuk kegiatan: penayangan ILM, pameran pangan pokok lokal dan gerakan/kampanye kreatif inovatif diversifikasi pangan. Kegiatan sosialisasi dan promosi agar didukung oleh kabupaten/kota dengan menggunakan dana APBD antara lain untuk pembuatan baliho, banner, leaflet, penayangan jingle                            di radio, dll.


B.    Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial
Dalam pengelolaan anggaran, KPA, PPK, Satker Badan, Dinas, Kantor, unit kerja ketahanan pangan tingkat provinsi dan kabupaten/kota bekerja sama dengan kelompok wanita. Dalam rangka peningkatan efisiensi pemanfaatan dana bantuan sosial tahun berjalan dan sebaran penyerapan anggaran, dana bantuan sosial ditransfer ke kelompok penerima manfaat diharapkan paling lambat pada tanggal 31 Juli 2013, oleh karena itu proses atau kegiatan pembinaan dan pendampingan kepada kelompok penerima manfaat harus terjadwal dengan baik dan dilaksanakan lebih awal dan tepat waktu.

Dana ditransfer ke rekening kelompok, dan digunakan secara swakelola dengan mekanisme pencairan dana sebagai berikut:
1.     Kelompok wanita membuat/menyusun Rencana Kegiatan dan Kebutuhan Anggaran (RKKA), dibantu oleh penyuluh pendamping P2KP tingkat desa (Format 4);
2.     Kelompok wanita membuka rekening tabungan pada kantor cabang/unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat dan melaporkan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di provinsi dan/atau kabupaten/kota;
3.     Kelompok wanita mengusulkan RKKA kepada PPK provinsi dan kabupaten/kota setelah diverifikasi oleh Penyuluh Pendamping tingkat kabupaten/kota dan disetujui oleh aparat kabupaten/kota;
4.     PPK meneliti RKKA dan PPK membuat Surat Perjanjian Kerja sama dengan Ketua Kelompok Wanita seperti terlihat pada Format 5;
5.     Selanjutnya PPK mengajukan kepada KPA tingkat kabupaten/kota, bila disetujui  KPA mengajukan Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) seperti terlihat pada Format 6 dan mengajukan kepada pejabat penandatangan SPM/penguji SPP Satker dengan lampiran sebagai berikut:
a.     keputusan Kepala Badan/Dinas/Kantor/unit kerja ketahanan pangan tentang Penetapan Kelompok Sasaran (Format 1);
b.     rekapitulasi RKKA (Format 4) dengan mencantumkan:
1)     nama dan alamat kelompok;
2)     nama dan alamat ketua kelompok;
3)     nama dan alamat anggota kelompok;
4)     nama dan alamat sekolah;
5)     nomor rekening a.n. kelompok;
6)     nama cabang/Unit BRI/Bank Pos atau bank lain terdekat;
c.     surat perjanjian kerja sama antara PPK dengan kelompok penerima manfaat tentang pemanfaatan dana (Format 5);
d.     kuitansi yang ditandatangani oleh ketua kelompok dan diketahui/disetujui oleh PPK tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan (Format 7).


6.     Atas dasar SPP-LS, pejabat penandatangan SPM/penguji SPP Satker dan Perintah Pembayaran SPM menguji dokumen SPP-LS dan menerbitkan Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS) selanjutnya KPA mengajukan SPM-LS kepada KPPN setempat;
7.     KPPN setempat menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dan mentransfer dana bantuan sosial ke rekening Kelompok Penerima Manfaat;
8.     Kelompok wanita melalui ketuanya mengambil dana bantuan sosial di rekening bank dengan diketahui oleh PPK tingkat kabupaten/kota;
C.    Pertanggungjawaban
Sumber-sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan P2KP tahun 2013 berasal dari APBN dan diharapkan pula partisipasi dari sumber pandanaan lainnya seperti APBD provinsi, APBD kabu­paten/kota, swadaya masyarakat, dan pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dana APBN yang dialokasikan di provinsi berupa dana dekonsentrasi dan di kabupaten/kota melalui dana tugas pembantuan. Bagi kabupaten/kota yang tidak mempunyai satker, dana tugas pembantuan dialokasikan di provinsi.

Dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan terdiri dari dua komponen belanja, yaitu belanja sosial dan belanja barang. Pencairan anggaran untuk belanja sosial mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 05/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Sosial Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2013; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sedangkan pencairan anggaran belanja barang mengacu pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.



BAB VII
PEMANTAUAN, EVALUASI, DAN PELAPORAN

A.    Pemantauan
Pemantauan dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut dari upaya monitoring kegiatan P2KP di lapangan baik dilakukan oleh Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. Pemantauan dilakukan secara periodik dengan mengacu kepada Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2009 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 23/Permentan/OT.140/5/2009 tentang Pedoman Umum Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Pertanian.

Beberapa hal yang perlu dipantau ialah mengenai kelengkapan administrasi, penggunaan dana, dokumen operasional berupa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Teknis (Juknis), persiapan dan pelaksanaan kegiatan di kelompok penerima manfaat.


B.    Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan Pusat secara periodik minimal dua kali dalam satu tahun. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peran dan tanggung jawab kelembagaan yang menangani P2KP serta tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. Kegiatan evaluasi juga dilakukan sebagai upaya antisipasi terhadap pelaksanaan kegiatan sehingga dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan dan sasaran.

C.    Pelaporan

Pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat kelompok, desa, kabupaten/kota, provinsi hingga Pusat secara berkala, berkelanjutan, dan tepat waktu. Kelompok penerima manfaat bersama Penyuluh Pendamping P2KP tingkat desa menyampaikan laporan kepada kabupaten/kota melalui pendamping P2KP kabupaten/kota dengan format yang telah ditentukan. Selanjutnya kabupaten/kota meneruskan laporan tersebut ke provinsi dan provinsi meneruskan ke pusat (Gambar 1).

Aparat dan pendamping kabupaten/kota memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan serta menyampaikan laporan P2KP ke Provinsi sesuai dengan format yang telah ditentukan. Kabupaten/Kota memberikan umpan balik kepada Desa serta melakukan tindak lanjut terhadap kondisi yang perlu penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat kabupaten/kota.

Provinsi memantau kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan serta melaporkannya ke tingkat Pusat sesuai dengan format yang telah ditentukan. Selanjutnya Provinsi memberikan umpan balik kepada Kabupaten/Kota terhadap kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan tingkat provinsi.

Pusat sebagai penanggung jawab kegiatan melakukan pemantauan kegiatan lapangan secara berkala dan mengevaluasi hasil pemantauan Provinsi dan selanjutnya memberikan umpan balik kepada Provinsi atau melakukan tindak lanjut terhadap kegiatan yang memerlukan penanganan segera atau dikoordinasikan oleh pengelola kegiatan di tingkat Pusat. Pusat melaporkan perkembangan kegiatan P2KP kepada Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

Laporan yang dibuat menggambarkan hal-hal sebagai berikut:                             
a.     kemajuan pelaksanaan kegiatan dan anggaran, sesuai dengan indikator yang ditetapkan;
b.     permasalahan yang dihadapi dan upaya tindak lanjut; dan
c.      saran dan masukan untuk perbaikan kegiatan yang akan datang.
Alur pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini:



 
















Gambar 1. Arus Pelaporan Gerakan P2KP

Keterangan:
                    :  Arus pelaporan.
              :  Umpan balik.


BAB VIII
PENUTUP

Pedoman Gerakan P2KP Tahun 2013 diterbitkan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam melaksanakan kegiatan P2KP. Penyelenggaraan gerakan P2KP harus berjalan dengan baik sehingga dapat mempercepat terwujudnya masyarakat yang sehat, aktif, dan produktif melalui upaya peningkatan diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal. Pedoman ini juga menjadi acuan bagi penyusunan Pedoman Pelaksanaan di tingkat Pusat, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) serta Petunjuk Teknis (Juknis) P2KP                      di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

MENTERI PERTANIAN,


   SUSWONO

Tiada ulasan:

Catat Ulasan